December 30, 2009

Si Dede Ketemu H.Tile - Senengnya Bukan Maen, Jeh!

Anak kami yang kedua, si Dede, sejak umur sekitar 3 tahun sudah suka sekali melihat iklan susu yang ada penari ballet-nya. Jadi ketika dia minta les ballet tak berapa lama kemudian, mama-nya ijinkan dan rajin antar jemput ke tempat kursus yang tidak seberapa jauh dari rumah kami di Jelambar, Jakarta barat.

Karena di tempat kursus ballet itu si Dede merupakan anggota terkecil, jadilah selalu dia terpilih sebagai pemeran yang perlu diangkat-angkat 'terbang' ke atas oleh seniornya, dalam lakon
Swan Lake atau apa-apa saja.

Berbagai lomba antar sekolah diikutinya, mamahnya selalu rajin menjadi chaperon, ikut pentas ke mana-mana saja.

Yang paling sering tentulah pentas di perkawinan, menjadi pembuka jalan bagi pengantin masuk 'kamar bola' aka ball room untuk malam resepsi. Kadang-kadang saya ikut menghadirinya, kalau ada lumba di gedung kesenian, misalnya. Kalau di pernikahan sih, saya suka merasa sungkan sendiri: takut dikira memanfaatkan makan gratis-nya.

Nampak sekali si Dede menikmati masa-masa ketika dia kursus ballet.

Waktu masih TK dan SD kelas 1-2, kalau ditanya kelak besar ingin jadi apa, jawabnya selalu tegas: jadi miss! Miss adalah istilah untuk instruktur, guru ballet. Kalau saja dia tidak mendapat beasiswa ketika naik ke kelas 3 SMP (di Singapura dia kelas 2 lagi), dan tidak sekolah ke Singapura, mungkin sekarang sudah menjadi miss. Waktu itu saja, dia sudah menjadi asisten miss, mengajar adik-adik kelasnya yang masih SD dan TK. Panggilan 'miss' dari adik-adik kelasnya nampak membuatnya senang sekali - cita-cita-nya sih ya.

Pernah sekali waktu pulang dari pentas untuk keperluan shooting video pengantin di satu hotel, sampai di rumah si Dede teriak-teriak mencari saya. Katanya tadi dia ketemu H. Tile (alm), yakni aktor gaek yang berperan menjadi mertua Bang Ben dalam serial si Doel di TV.

Si Dede bangganya bukan maen, tentu saja, sebab kami semua waktu itu, termasuk kedua mertua saya, dan adik-adik ipar saya penggemar serial tsb. Tak habis-habisnya dia cerita ttg ketemu H. Tile (dia ndak menyebut 'H'nya sebagai [haji], tapi teuteup [ha] doang) sampai sekitar seminggu, dia ceritakan kepada teman-temannya, teman-teman koko-nya, dan semua saudara-saudara kami.

Saya sendiri pernah diundang RCTI untuk marketing gathering, ikut nonton acara apa itu ttg Mbak Endang kalau tak salah, lalu akan dimunculkan Tarzan dan Pak Bendot (Srimulat) sebagai tamu yang akan diwawancara, acaranya tentu saja yang berhubungan masalah perranjangan.

Mbak Endang itu, kalau tak salah saingan berat Mak Erot - konsultan alternatip ttg masalah alat kelamin. Tentu saja nama Mbak Endang lebih mencorong, jelas, sebab namanya masih menyandang 'mbak', sementara 'mak' Erot tentu terasa lebih inferior. Lha, jelas ajah 'mak' vs 'mbak', walau cuma beda-beda tipis, cuma satu huruf 'b' kecil saja, tapi tentu saja beda banget persepsi-nya, juga market acceptance-nya, jeh!

Saya ndak tahu bagaimana akhirnya kiprah kedua pakar pengobatan alternatip yang laris pada masanya itu, yang jelas, konsultan komunikasi pemasaran mBak Endang layak mendapat jempol, lha, walau sudah lewat 20 tahun, mBak Endang teuteup saja menyandang gelar 'mbak', sementara Mak Erot? 20 tahun kemudian? Anda bayangkan sendiri ajah ya!

Tapi, jangan keburu berpikir cerita akan menuju ke masalah esek-esek ya.

Saya cuma mau lanjut cerita ttg selebriti Pak Bendot (alm) dan Bung Tarzan itu. Jadi, pas saya tiba di studio RCTI, mereka berdua belum mesti naek panggung. Sebagai pendramatisiran, kedua-duanya diminta memakai dasi.

Tentu saja Pak Bendot (kelihatan tidak biasa memakai dasi) kesulitan memakai dasi-nya. Bagian properti dan make up pada buru-buru mendekati stage untuk mendengar dan melihat mbak Endang yang memang kesohor pada waktu itu.

Kebetulan saya berdiri dekat situ, melihatnya kesulitan memakai dasi, tentu saja saya spontan mendekati Pak Bendot dan membantunya. Tak lama, Bung Tarzan masuk sudah dengan dasi di leher.

Ketika selesai saya pasang dasi Pak Bendot, spontan ajah saya nyeletuk:

"Wah, keren juga ya, Pak" - ini line dialog tentu saja saya tujukan ke Pak Bendot.

Pas saya nyeletuk begitu, pas Bung Tarzan mendekati Pak Bendot. Dan, agaknya beliau mendengar dan spontan saja beliau bilang (dengan nada ketus):

"Memangnya kami, pelawak gak boleh pakai dasi apa ya?"

Lha, koq begitu sih ya?




PS: Gambar diambil dari MS Office ClipArt media file.

IT'S WORLD TIME: