December 12, 2009

EPPP - Efisiensi Prosedur Pelaporan Pajak.

Tahun kemaren, KPP - Kantor Pelayanan Pajak menggalakkan kampanye (bukan 'kampanye'nya yang digalakkan atuh ya) untuk menyadarkan masyarakat agar mau memiliki NPWP - Nomor Pokok Wajib Pajak. Dengan iming-iming bebas fiskal bagi yang hendak bepergian ke luar negeri, kalau sudah memiliki NPWP.

Memiliki NPWP, bukan berarti sekedar punya kartu NPWP-nya ajah, tapi tentu saja diharapkan masyarakat mau taat dan sadar membayar pajak.

Nampaknya kampanye ini berhasil.

WP - Wajib Pajak, ternyata katanya bertambah banyak secara signifikan. Artinya bertambah banyak orang yang mau bayar pajak.

Hanya saja, nampaknya kesiapan di lapangan untuk menampung ketaatan para WP kurang diantisipasi dengan baik. Akibatnya bank-bank penerima setoran pajak setiap bulan selalu penuh membludak. Dari sisi bank, tentu saja ini merupakan pekerjaan tambahan. Mereka mesti menyelesaikan administrasi setoran pajak pada pukul 12:00 - mungkin ini deadline yang diberikan oleh Kantor Pajak untuk menyelesaikan setoran hari itu.

Saya perhatikan, formulir setoran pajak, SSP - Surat Setoran Pajak terdiri dari 5 lembar, ukuran 210 x 280 mm, dicetak rapi, dengan kertas berkarbon (anda tulis paling atas, semua lembar akan ikut tertulis) sebagai berikut:

Lembar ke-1 - untuk Arsip WP (asli).
Lembar ke-2 - untuk KPP melalui KPKN.
Lembar ke-3 - untuk dilaporkan oleh WP ke KPP.
Lembar ke-4 - untuk Bank Persepsi/Kantor Pos & Giro.
Lembar ke-5 - untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain.

Resminya kantor pos bisa menerima setoran pajak, begitu juga bank besar dan bank daerah, tapi pada prakteknya, tidak semua kantor pos atau cabang bank bisa menerima. Sebab ada kebijakan dari kantor pos pusat atau bank besar untuk itu.

Formulir SSP bisa anda minta di KPP gratis, setiap orang boleh minta 2 set setiap kali memintanya. Jadi, kalau anda mau setor untuk setahun yang 12 bulan, paling tidak anda mesti 6 kali datang ke KPP untuk mengambil formulirnya. Petugas KPP akan dengan senang hati memberitahu anda pedoman menghitung pajak penghasilan anda.

Cara mengisi formulir sudah disederhanakan dan sangat mudah dimengerti dan diisi. Anda tinggal isi NPWP anda, centang bulannya, beritahu pajak apa yang hendak anda setor, lalu serahkan ke bank. Waktu anda setor ke bank, petugas bank akan mengambil 2 lembar (lembar ke-2 dan ke-4) setelah diberi cap dan tanggal bahwa setoran anda sudah diterima oleh bank tsb.

Cuma, antrian-nya di bank itu lho yang selalu penuh.

Saya jadi teringat ketika saya pertama kali ke luar negeri, 25 Januari 1989. Setting lokasinya adalah.... Singapura. Gak jauh-jauh amat sih. Ya. Itulah kali pertama saya menginjakkan kaki di tanah orang. Kalau Tim-tim boleh dihitung sebagai 'negara' luar, tentu saya pernah ke sana pada 1977, tapi waktu itu 'kan Timtim masih baru saja menjadi bagian dari wilayah NKRI.

Event-nya adalah launching produk baru klien kami, Sustagen Junior.

Pertama kali tiba di negeri orang, saya cukup norak juga. Apa-apa saja saya baca. Segala macam brosur dan peta yang disediakan gratis dari STPB - Singapore Tourist promotion Board saya ambil, saya baca dan bahkan saya bawa pulang tuh! Banyak sekali brosur berbentuk booklet yang cantik-cantik, termasuk tawaran sekolah di Singapura. Mungkin inilah yang memicu anak saya, si Dede, untuk berusaha bisa bersekolah di Singapura ya?

Nah, ada yang saya ingat. Waktu itu saya baca (kayaknya dari agenda kecil promosi dari satu perusahaan, hotel atau apa gitu) tabel pajak penghasilan yang mesti dibayarkan penduduk Singapura. Dengan sederhana dan jelas sekali di situ dicantumkan daftar penghasilan yang dibagi berdasarkan jenis pekerjaan (karyawan, pengusaha, atau apa saja), jumlah penghasilan dan besaran pajak (dalam persentase) yang jelas. Setiap orang yang baca akan mudah mengerti berapa mesti dia setor untuk diri sendiri. Saya lupa prosedur setornya ke mana.

KPP di Indonesia juga mestinya punya daftar seperti itu.

Hanya saja, mereka nampaknya 'belum sempat' membuat tabelnya secara sederhana. Anda mesti tanya kepada petugas KPP dan mereka akan memberi penjelasan kepada anda. Kalau saja KPP mau membuat tabel seperti itu, mungkin petugas KPP tidak perlu setiap kali menjelaskan kepada WP yang datang ke KPP dan bertanya.

Pada prinsipnya, setoran pajak penghasilan anda dihitung untuk setahun.

Anda bisa menghitung sendiri, semua penghasilan anda dijumlahkan dalam 12 bulan, setelah dikurangi PTKP - Penghasilan Tidak Kena Pajak, sisanya itu yang dikenai pajak. Mestinya ini cukup sederhana toh? Dan anda setor setiap bulan untuk jumlah pajak tsb dibagi 12. Dan, pada akhir tahun fiskal, kalau ternyata penghasilan anda lebih besar dari yang diperhitungkan semula, berarti anda masih kurang setor, anda diharapkan menambah setoran pajak itu untuk menggenapinya, lalu anda membuat laporan SPT - Setoran Pajak Tahunan.

Untuk anda yang menjadi karyawan perusahaan besar dan mapan, anda tidak usah dipusingkan oleh prosedur perpajakan. Bagian kepegawaian dan bagian keuangan perusahan tsb. sudah membantu anda mengurusnya. Anda tinggal minta bukti pemotongan pajak setiap bulan, lalu melaporkannya ke KPP sebagai SPT anda.

Tapi bagi profesional dan pengusaha swasta, besar atau kecil, tentu saja mesti mengurusnya sendiri atau melalui... 'konsultan' aka konsulen pajak. Ada biaya lagi untuk itu, tentu. Apa sih yang gratis sekarang? Lha, wong pipis di WC umum sekarang mesti bayar Rp 1.000, jeh! Kalau mau urus sendiri mestinya bisa, hanya saja mesti membuang waktu dan pikiran, mesti antri di bank dan seterusnya.

Kalau saja KPP mau bekerjasama dengan bank lebih intensip, misal dengan menyederhanakan prosedur setoran pajak per bulan dengan cara seperti pembayaran listrik, langsung ke ATM, transfer dari rekening anda, dan slip transfer itu sebagai bukti setoran pajak. NPWP anda dianggap sebagai 'rekening' pajak anda. Di database bank sudah tercantum NPWP anda, dan dengan sendirinya setoran anda dari mana saja akan tercatat di dalam 'rekening' pajak anda tsb.

Pada akhir tahun, kalau ada kekurangan, maka anda akan mesti menambah setoran pajak tsb. Sebaliknya, kalau ada kelebihan, maka akan diperhitungkan untuk tahun fiskal berikutnya. Seperti kalau anda membayar rekening kartu kredit, kalau ada kelebihan pembayaran pada bulan ini, ya tentu saja akan diperhitungkan pada bulan berikutnya.

Mestinya itu akan membantu mempermudah WP untuk menyetor pajaknya. Tidak 'trauma' kalau dengar dan berurusan dengan 'pajak'. Mestinya akan lebih banyak lagi yang dengan kesadaran sendiri membayar pajak penghasilannya. Kalau sudah sederhana begitu, mestinya banyak hal bisa lebih efisien. Misalnya, tidak perlu lagi mencetak SSP.

Hanya saja, kalau sudah bicara efisien, mungkin terpaksa ada pos-pos pekerjaan yang dibubarkan, seperti konsulen pajak, petugas penerangan, pemeriksa awal(?) SSP di KPP, dan lain-lain.

Atau, mungkin justru hal ini yang menjadi beban pikiran para elite di KPP sana, sehingga terpaksa seolah-olah masih saja berlaku slogan: kalau bisa dipersulit, mengapa mesti dipermudah?

Kalau masih begitu, apa kata dunia ya?




IT'S WORLD TIME: