March 30, 2010

Ketek Ketek vs Kecap Kecap?

Baca cerita teman-teman kita di sini ttg 'Jangan Main-main Dengan Bulu Ketiak' aka ketek, dan di sini ttg 'Wawangsalan' yang menyinggung soal 'Kecap' ['e'lemah] vs 'kecap' [e-taling? = sate], saya jadi ingat ttg Ketek [kedua 'e'nya 'sate'] vs Ketek ['e' pertama lemah].

Kalau anda mau icip-icip kecap ['e'-nya sate] anda tentu mesti meng-kecap ['e' lemah] pake lidah anda dulu ya? Juga, ingat 'kasus' mBak Endang ['e' lemah] nama panggilan di Jowo vs Pak Endang ['e' sate] nama panggilan di Sunda, terpeleset-keseleo dan terbulak-balik (yang bener yang mana coba?).

Kalau di Cirebon, dan di Jawa, 'ketek' ['e' pertama lemah] artinya bedes ['e' pertama lemah], monyet, monkey, kera. Maknanya bisa juga sebagai kata ganti makian, kalau pas anda tak tahan karena marah kepada seseorang. "Dasar ketek, lu!" sama maknanya dengan "Dasar monyet, lu!"

Ada aliasnya yang lain, yakni 'kunyuk'. Kalau di Yogya suka dihalusinasi (diperhalus) menjadi 'munyuk', seperti 'asu' - 'asem', 'bajingan' - bajigur. Maklumlah, orang nJowo itu pada dasarnya 'kan halus, jadi sedang marah pun memakinya dengan cara halus, jeh!

Tapi, pernah saya pertama kali kerja di Jakarta, dapat boss yang punya sohib sekampung, Solo, namanya sama. Sebut saja inisialnya 'RS' dan 'RT'. Tapi, panggilannya pan cuma nama depannya saja, yakni R.

Nah, kerana mereka sohib, jadi sering bertemu dan pada kopdaran di kantor. Jaman dulu belum musim HP, telepon mobile, tentu saja mereka mesti mengandalkan telepon statis dari Telkom (itu pun masih susah mendapatkannya ya) untuk berkomunikasi dengan relasi dan teman. Jadi kalau ada yang mau mencari mereka dan menelepon ke kantor, selalu mesti ditanya, R yang mana?

Suatu kali saya dapat jawaban R Ketek, dari temannya yang menelepon mencari R yang boss saya. Saya cukup shock, karena 'ketek' ['e' pertama lemah]. Koq ketek sih? Sebagai orang Solo, boss saya tentu saja tahu bahwa 'ketek'
['e' pertama lemah] merupakan kata makian yang ora ilok diucapkan.

Lama-lama, barulah saya tahu bahwa nama 'ketek' beredar di kalangan terbatas, temen-temen dekat boss saya sajah. Sebab mereka juga sama-sama kenal dua R bersohib itu. Jadi, mereka lantas membuat pembedaan dengan menambahkan 'ketek' kepada R yang boss saya ini.

Mungkin anda bisa nebak, mengapa koq 'ketek' yang dipilih?







PS: Gambar 'ketek' ['e' sate] diambil dari sini, dan gambar 'ketek' ['e' pertama lemah] di'pinjam' dari MS Office ClipArt media file.

March 29, 2010

Isun Gen mBayar, Jeh!

Sekali waktu, saya mesti menemani twa-ie dan cici misan saya (anaknya twa-ie) ke rumah cici-nya twa-ie di Tanjung. Twa-ie Tanjung, begitu saya suka menyebutnya, bersama anak-anaknya (10) ngumpul di Tanjung. Mereka pada jadi petani pengepul bawang dan cabe. Tanjung itu satu kota kecil sesudah Brebes, sebelum Tegal, kalau anda lewat pantura dari Jakarta-Cirebon lanjut ke Semarang.

Waktu itu angkutan yang ada ya cuma bes (bus). Nama perusahaannya kalau gak salah Moga. Bukan diambil dari kata 'semoga', tapi dari nama daerah di deket-deket Tegal situ. Ada satu tempat wisata lokal berupa pemandian di sana. Mungkin pemilik otobis itu memang tinggal di Moga situ.

Busnya masih kuno, karoseri-nya masih pake kayu. Bingkai daun jendela-nya pun masih dari kayu. Begitu juga pintu-pintu dan kursinya, jok-nya lumayan sudah pake busa dengan kulit imitasi, tentu.

Rute Cirebon-Tegal ditempuh sekitar 2-3 jam. Tentu saja berhenti-henti di kota-kota kecil sepanjang jalan kenangan itu. Baik di terminal resmi maupun tak resmi. Biasanya kami mencegat (kayak gerombolan perompak begal aje ye?) bes di jalan Cangkol, supaya tidak perlu nunggu lama bes yang senengnya ngetem berlama-lama di terminal, sebab para awak bus - supir dan keneknya, juga kondekturnya pada update status dulu sih, jeh!

Resiko-nya, kalau pas penuh tentu saja tidak kebagian tempat duduk. Pernah sekali waktu bes-nya penuh sekali. Jadi kami berdiri dulu. Biasanya sesudah Gebang banyak yang turun. Karena saya masih kecil saat itu, saya bisa duduk nyelip di antara 2 penumpang ibu-ibu penjaja ikan. Sementara twa-ie dan cici saya berdiri di dekat saya, bareng penumpang lain yang juga tidak kebagian tempat duduk.

Sampai di Losari, kedua ibu yang duduk di samping saya kiri-kanan pada turun, jadi saya berdiri dulu. Eh, tiba-tiba saja, sebelum kedua orang ibu itu turun sempurna, seorang bapak-bapak muda yang tadi naek dari Gebang sudah nyelonong ajah mau nyerobot ambil tempat duduk itu. Jadi, secara refleks saya bilang, bahwa tempat duduk itu sudah kami 'cup'
[bacanya bukan 'kap'] untuk kami bertiga. Istilah 'cup' ini umum dipakai di Cerebon pada masa itu.

Sampai lama kemudian saya baru tahu kalau istilah 'cup' itu diadaptasi dan dipakai juga di Singapura dengan nama kebarat-baratan
'chope' - dipakai kalau anda hendak makan di food court, anda boleh 'chope' meja makan - dengan cara menarok tempat tisu di satu kursi, atau diambil satu kursinya (lalu dibawa?). Barulah anda dan rombongan mulai memesan makanan di stand-stand yang ada. Begitulah kata buku petunjuk Makan Enak terbitan STPB - Singapore Tourism Promotion Board di sini.

Eh, lanjut ke si bapak di dalam bus Cirebon-Tegal itu ya.

Kalem saja tu bapak nyelonong menyerobot kursi kami, dengan entengnya bilang: gua juga bayar, gua juga berhak duduk dong. Sambil langsung ajah duduk di kursi yang sudah dicup itu.

Lha, koq?







PS: Gambar diambil dari MS Office ClipArt media file.
Judul dalam basa Jawa Cerebon-Tegalan, artinya: Gua Juga Bayar, Lho!

How To Make You Love......... Bollywood.

Anda mesti kenal Shahrukh Khan dong, film-nya lagi ngetop berjudul MNIK - My Name Is Khan, lagi hit dijadikan review di mana-mana. Jadi, saya gak usah review ttg MNIK lagi ya. Kuatir anda bosen toh. Katanya sih ada film Bollywood moderen sebelum MNIK yang bagus juga: 3 Idiots.

Saya jadi ingat jaman sebelum generasi Shahrukh Khan lahir.

Jaman masih SMP, pake seragam sekolah juga masih celana pendek. Cici misan saya, anak twa-ie (cici misan mamah saya), suka ajak saya nonton film matinee show. Film matinee itu film yang diputernya siang hari, sekitar pukul 14:00-an gitu. Sedang film 'normal' mainnya pukul 17:00, 19:00 dan 21:00 Belum musim midnight show yang diputer tepat pukul 24:00 sih, jeh!

Karcisnya lebih murah dari karcis untuk sore dan malam hari. Mungkin sekitar Rp 25 - soalnya saya ingat di Yogya, jaman saya kuliah itu, 5 tahun kemudian, populernya disebut sebagai 'film seks' - sekets aka Rp 50 harga karcisnya.

Film-nya juga beda dari film yang diputer sore harinya. Kebanyakannya sih film-film Bollywood - India. Jaman itu, yang ngetop bintang-nya Rajesh Khanna, Hema Malini, Sharmila Tagore, produser-nya Shashi Kapoor - adiknya Raj Kapoor (sering dipelesetkan jadi 'rai kapur ' - muka kapur tembok), bintang top ABG - Angkatan Babe Guwe, masih jaman film baru satu warna: BW, item putih doang.













Ritualnya selalu, saya pulang sekolah mesti nyamper ke rumah twa-ie saya. Kadang twa-ie juga ikut.
Pulang sekolah, saya langsung ke rumah twa-ie, makan dulu, baru naek becak bertiga, saya duduk di tengah. Dari Parujakan (rumah twa-ie) ke gedung bioskop Paradise (Seroja). Cici misan saya selalu yang cukongin, begitu sampai gedung bioskop, saya antrio beli karcis, sementara twa-ie duduk di kursi tunggu, dan cici beli soklat-nya di kantin. Soklat-nya selalu soklat batangan yang ada isi kacangnya (lupa lagi mereknya, apakah sudah ada Silver Queen ya?).

Penggemar film matinee show adalah golek - golongan lemah ekonomi. Lha, kentara dari harga karcisnya yang kayaknya sih separuh harga karcis sore. Jadi, anda mesti maklum kalau filmnya seru, para penonton akan spontan berdiri dan bertepuk tangan. Benernya sih ini reaksi spontan yang baik dan benar - menghargai karya orang toh?

Film India, mestilah ada musik, ada tari. Si lakon senang, akan nyanyi dan menari, si lakon sedih, juga menari sambil nyanyi. Uniknya lagi, sudah jadi 'pakem'nya kalau ada pohon berbatang besar, ya gak segede beringin sih, paling segede pohon kelapa, mestilah mereka mengitari si pohon. Kalau ada tiang, mesti mereka mengitari tiang. Sambil si aktris lari, jinak-jinak merpati, mengitari tiang, ngumpet di baliknya, lalu dikejar cowoknya yang pura-pura kehilangan dan mencarinya.

O, jangan lupa, kalau lakonnya jahat, semua orang akan teriak-teriak memaki dia. Kalau ada lakon cewek didzolimi, para penonton spontan ikut sedih dan menangisinya. Pokoknya, seru dah kalau nonton film matinee di Cirebon jaman itu.












Tari dan nyanyi, menghabiskan waktu sampai 240-300 menit paling sedikit, padahal rata-rata film biasa paling 180 menit saja tuh. Jangan-jangan, film klasik The Sound of Music yang penuh tari dan nyanyi dan panjang itu, ya terilhami film-film Bollywood jaman dulu ya?

Mulanya sih saya gak gitu suka nonton film matinee. Selalu saja saya akan tertidur begitu film diputar setengah main.
Begitu soklatnya habis, saya pun mulai ngantuk. Buat saya, lebih menarik menikmati soklat berisi kacang tanah-nya sebagai 'sogokan' dari cici misan saya, karena mau menemani dia nonton film matinee itu. Lha, film seru, kurang asyik kalau nonton sendiri. Gak ada yang diajak ikut tertawa, menangis dan tepuk tangan.

Rupanya cici misan saya tahu saya tertidur, karena kepala saya akan tengadah di sandaran kursi. Jadi kalau saya mulai tertidur, cici saya akan mencubit saya supaya saya tersadar. Lama-lama, terpaksa saya ikut menikmati tari-tarian Hema Malini yang seksi itu. Bagaimana tidak, dari saya SMP kelas 2 sampai kelas 3, hampir setiap minggu 2-3 kali dicekoki nonton mereka beraksi di film, ya mestilah anda akan jatuh hati juga. Kan kata peribasa: tak kenal maka tak sayang sih, jeh!

Anda suka Shahrukh Khan, eh, film-film Bollywood juga tah?





PS: Gambar-gambar di'pinjam' dari wikipedia.



March 28, 2010

Body Language - Sinyal Yang Dikirim Tanpa Sadar?.

Baca notes berjudul "Traveling, Trust, Virtual Body Language..." di FB teman kita, Sri Sarining Diyah Wijaya, di sini. Saya jadi teringat ketika pada masanya pernah 'musim' senam yang disebutnya sebagai Senam Body Language. Senam BL singkatan beken-nya. Waktunya sekitar tahun 1998-an. Yang paling getol mengadakan demo-nya adalah, kalau tak salah, Minati Atmanegara.

Body Language, kalau menurut Bung Wiki sih: "
Body language is a form of non-verbal communication, consisting of body pose, gestures, and eye movements. Humans send and interpret such signals subconsciously...." dan "..Body language may provide clues as to the attitude or state of mind of a person. For example, it may indicate aggression, attentiveness, boredom, relaxed state, pleasure, amusement, besides many other cues."

Tapi, yang dimaksud 'Senam BL' waktu itu, konon adalah senam khusus untuk ibu-ibu, yang berkenaan dengan 'itu'. Saya tahunya waktu itu sedang promo satu merek minyak goreng, mengadakan 'seminar' ttg kesehatan jantung di satu hotel berbintang lima di kawasan Thamrin, Jakarta, lantas mengundang Minati untuk demo Senam BL itu. Pas mau demo, para bapak diminta keluar ruang dan tidak boleh ikut melihat atau mengintip demo tsb.

Jadi saya gak tahu persis bagaimana gerakan Senam BL yang super rahasia intim bagi ibu-ibu saja itu. Saya gak melihatnya, juga gak coba mengintip - takut bintitan sih, jeh!

Katanya juga Body Language itu bisa diinterpretasikan secara 'salah' oleh orang yang berinteraktip dengan anda. ("
Humans send and interpret such signals subconsciously.") Kalau baca buku-buku cerita atau nonton film-film ttg hukum, khususnya ttg pelecehan seksual, kadang anda bisa mendapati 'alasan' yang dikemukakan oleh si peleceh.

Mengapa anda menyerang si A, tapi tidak kepada si B, padahal keduanya atraktip secara seksual? Jawab si peleceh: karena si A secara 'jelas' terlihat (melalui body language-nya tentu) sangat 'mengundang' dan 'membuka pintu' ke arah 'situ'.

Jawabannya mungkin anda anggap mengada-ada ya?

Cuma 'excuse', pembenaran saja? Tapi, teuteup bisa saja hal itu terjadi toh? Karena BL itu katanya sih semacam 'sinyal' yang tidak disadari ditebarkan oleh yang punya body (si kurban), dan ditangkap oleh 'radar' si peleceh. Jadi, si kurban bukan secara vulgar mengundang, tapi tanpa disadarinya (mungkin memang ada 'hasrat' terpendam?) sudah 'menebar' sinyal dan tertangkap oleh si peleceh.

Dan, kalau bicara ttg peleceh, tidak mesti kudu harus bahwa dia seorang pria - dan kurbannya wanita. Bisa saja terbalik, si peleceh adalah wanita dan kurbannya adalah pria. Gak percaya? Ingat saja 'kasus' Michael Douglas dilecehkan oleh Demi Moore dalam 'Disclosure' - juri yang semula gak percaya, akhirnya terpaksa secara aklamasi menyatakan Demi Moore bersalah sesuai tuduhan, setelah melihat bukti-buktinya yang 100% meyakinkan mereka.

So, jangan sembarangan 'kirim sinyal' dong ya?





PS: Gambar diambil dari sini.

March 25, 2010

Justice For Who?

Baca kompas harini, 25 Maret 2010, halaman 32, kolom paling kanan, ada sepenggal cerita ttg tokoh pendiri LBHI - Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, ABN (76 tahun), yang diangkat menjadi guru besar di Melbourne University, Australia. Mengingatkan saya pada kejadian kecil di Cirebon sekitar tahun 1974-an (persisnya sudah lupa sih), berarti ketika beliau masih berumur 40-an tahun.

Jaman itu, LBH itu suatu nama yang bener-bener keren, the one and only. Tiada duanya lagi di Indonesia (Jakarta). Pamungkas segala urusan hukum yang buntu. Banyak kasus dimenangkan oleh LBH, khususnya kasus antara rahayat jelata vs penguasa (dan pengusaha?) yang berkuasa. Keadilan berpihak kepada yang benar.

Orangtua saya punya satu ruko di seberang Pasar Pagi, pasar yang lumayan besar untuk ukuran Cirebon pada masa itu. Pasar tradisionil yang ramai, walau dari jalan besar (Jl. Siliwangi d/h Kejaksan) tidak akan nampak kegiatan perdagangan di dalam pasar, sebab bagian depan (dan samping) dikelilingi oleh ruko-ruko yang berjejer sekitar 20-25 pintu dengan lebar sekitar 5-6 meter.

Kayaknya sih itu pasar bangunan lama, peninggalan masa Hindia Belanda, begitu juga rukonya. Saya ndak tahu bagaimana ceritanya, tapi bangunan pasar berikut ruko-nya akan dibongkar dan diremajakan oleh pemda. Kayaknya masa itu memang sedang 'musim' peremajaan, mengekor sukses peremajaan pasar-pasar yang dilakukan DCI Djaja - Daerah Chusus Ibukota Djakarta Raja. Mungkin saja status tanah di sekitar pasar itu adalah HGB yang masa berlakunya 90 tahun (berarti berdiri sekitar 1884-an?) sehingga pemerintah daerah lantas berinisiatip untuk meremajakannya. Persisnya bagaimana, saya tak tahu juga sih, jeh!

Yang saya ingat, kayaknya para saudagar pasar dan pemilik ruko (juga rumah-rumah yang tanahnya ikut dalam lingkungan pasar tsb.) berkongsi meminta bantuan hukum dan 'mengundang' LBHI yang pada waktu itu bener-bener kesohor banget sebagai 'pendekar pembela keadilan' bagi rahayat jelata. Sempet fakultas hukum menjulang posisinya dan sangat diminati banyak anak-anak SMA pada masa itu untuk meneruskan kuliahnya.

Jadi, suatu hari, saya pas liburan dan berada di Cirebon (sudah kuliah di Yogya), suatu pagi saya lihat koq ramai sekali orang-orang berjalan di tengah jalan di depan pasar itu. Rupanya itu rombongan orang-orang LBHI, termasuk ABN pribadi (katanya sih), yang diantar para panitia pihak (calon) kurban penggusuran itu. Mereka berjalan dengan gagahnya, dagu ditinggikan, pakai bajunya model safari (populer sangat pada masa itu), jas berlengan pendek tanpa perlu pakai dasi untuk hem anda, mereka beriringan menuju lokasi pasar, kendaraan yang berlalu lintas terpaksa mengalah, pada berhenti - soalnya masih sepi juga, jalanan cuma diramaikan sepeda, becak dan beberapa mobil pribadi Fiat dan motor DKW (Daun Kawung) atau Ducatti.

Itu saja yang saya ingat.

Berita selanjutnya tidak saya ikuti lagi. Koran masih langka, TV masih BW dan kayaknya berita daerah macam begitu sih kagak masuk hitungan, juga internet belum berwujud sama sekali. Tapi, waktu saya liburan mudik lagi, tu pasar sudah mulai dibongkar. Rupanya keadilan belum berpihak kepada para pedagang (lama) dan pemilik ruko di sekitar pasar itu. Walau pun sudah di'bela' (semula saya pikir meminta bantuan LBHI tidak perlu biaya, lho!) oleh lembaga yang sedang naik daun (di Jakarta) sekalipun!

So, justice for who ya?

March 21, 2010

Make Love - Not War!

Ini slogan yang pertama kali dicetuskan pada 1960-an, ketika AS melibatkan diri dalam perang di Vietnam yang menghasilkan 'kemenangan' di pihak Rambo - cuma dia saja yang mewakili kemenangan AS dalam intervensi perang di mana-mana dalam filem, dalam kenyataan sih sebaliknya sih, jeh!

Memang sebaiknyalah mending 'make love' - berdamai, maksude, daripada bertikai, berperang. Perang cuma menghasilkan kehancuran, bagi pemenangnya, maupun pengalahnya. Ibarat kata peribasa: menang jadi abu, kalah jadi arang. Ya 'kan?

So, let's make love - eh, berapa kali seminggu ya?



PS: Gambar di'pinjam' dari sini.

Kalaulah "Bukan Salah Bunda Mengandung" Jadi Salah Siapa Dwong?

Sorry, ungkapan dalam peribasa yang berbunyi 'Bukan Salah Bunda Mengandung' itu saking seringnya di'pelesetkan', sampai-sampai terlupakan sudah kelanjutannya. Maknanya sih, kalau ada sesuatu yang salah (pada anak?) jangan hendaknya menyalahkan ibunya semata (karena anak hasil kongsi antara ibu dengan bapaknya toh?), karena ada korelasi sebab-akibat dalam setiap masalah. Benar-tidaknya, tidak perlu dibahas di sini. Apa relevansinya dengan cerita 'horor' berikut, juga tidaklah begitu penting. Santai sajah atuh, jeh!

Mengutip berita di Detik News, Kamis, 18 Maret 2010, ttg 2(dua) orang mahasiswi yang berantem di mobil, berakhir dengan ditusuknya satu orang sampai luka parah. Apa motipnya, mengapa bisa terjadi, pisau siapa yang dipakai, siapa yang mulai, siapa yang jadi kurban, siapa yang bela diri, juga siapa salah, siapa benar (siapa tah yang suka dan mandah dianggap salah?), juga tidak akan dibahas di sini.

Sila baca saja dulu.


TUSUK TEMANNYA, MAHASISWI UPH DIAMANKAN POLISI.

E Mei Amelia R - detikNews
Jakarta - Mahasiswi Universitas Pelita Harapan (UPH) MN (18) diamankan Polsek Kembangan, Jakarta Barat. Remaja ini menjalani pemeriksaan terkait kasus dugaan menusuk temannya, LM (18).

"Masih diperiksa," kata Kapolsek Kembangan Kompol Barnabas Imam saat dihubungi detikcom, Kamis (18/3/2010).

Barnabas belum bisa memastikan motif yang dilakukan, termasuk apakah rebutan pacar seperti informasi yang beredar.

"Motif masih diselidiki, data masih dianalisis. Korban belum bisa diperiksa karena masih dirawat di rumah sakit, sedang pelaku juga belum mau terbuka. Masih syok," jelas Barnabas.

Peristiwa penusukan ini, terjadi pada siang tadi. Saat itu kedua sahabat ini, setelah pulang kuliah jalan bersama menuju ke sebuah mal dengan menggunakan Toyota Yaris bernopol B 1733 BFP milik korban LM.

Entah bagaimana, setelah mereka bermain di mal, dan kendaraan hendak keluar mal keduanya bertengkar sampai ada peristiwa penusukan yang terjadi di dalam mobil.

Belum diketahui siapa yang memulai dan apa motifnya. Pastinya menurut keterangan saksi setelah peristiwa penusukan terjadi, korban keluar mobil dengan berlumuran darah, hingga kemudian dilarikan ke RS Puri Indah. Warga pun kemudian melaporkan peristiwa ini ke polisi.

"Saksi sudah 3 orang yang diperiksa, yang berada di lokasi. Korban dirawat di RS Puri Indah, dan mengalami luka di tangan dan dada. Kita belum tahu pisau milik siapa, dan sedang dianalisis di Puslabfor. Keterangan pelaku dia membela diri, tapi masih kita dalami," timpal Kasat Reskrim Iptu W Alexander.

Bila benar melakukan tindakan penusukan, MN terancam pasal pidana 351 dan 354 KUHP. "Sampai saat belum tersangka, masih saksi," tutup Kapolsek.
(ndr/iy)


Kalau mau baca lagi cerita 'horor' ttg kriminal, sila panteng dan monitor terus Detik News. Atau TV anda, atau koran, atau majalah atau radio. Pasti ndak akan sulit anda menemukan berita-berita ttg kekerasan yang dilakukan oleh orang atau orang-orang dalam masyarakat kita.

Beberapa contoh saja, diambil dari Detik News ini:

"Gara-gara Salah Paham, Doli Tusuk Temannya Hingga Tewas."
"Gagal Curi Motor, Siswa SMK Sekarat Dihakimi Massa."
"Gitaris Maliq D'Essentials Dipukuli Kala Dugem."
"5 Tukang Ojek Ditusuk Di Wamena - 3 Tewas."
"Penjual Burung Dikeroyok dan Dibacok."

Kalau anda pemain game, game online di internet atau di FB, atau game-game elektronik lainnya, khususnya yang berthema tarung, mestinya anda juga tidak asing dengan game-game penuh kekerasan. Waktu 'Street Fighter' pertama kali diperkenalkan, sekitar tahun 1987-an, kalau tak salah, cukup mengundang kontroversi lantaran adanya kekerasan secara lugas (terang-terangan) di situ. Ada yang menentang tapi banyak yang tidak anggap itu sebagai masalah serius, it's only a game, after all.

Game or not game, mestinya itu sedikit banyak mempengaruhi cara berpikir dan cara bertindak. Benar bahwa tidak semua orang terpengaruh sikapnya oleh paparan kekerasan. Tapi tidak berarti sama sekali tidak ada. Sadar tidak sadar, kekerasan yang terpapar terus-terusan, akan mempengaruhi tingkah laku seseorang atau beberapa.

Kalau anda sudah terbiasa dengan situasi tebas-tebasan, tebas leher hewan di pejagalan, tebas leher lawan di game, adegan pengeroyokan di TV, di film, mau tak mau ada orang yang lantas menganggap, kalau terpaksa, melakukan hal itu adalah sah dan benar adanya.

Beda pendapat mesti diselesaikan dengan kekerasan, supaya pendapat kita yang paling benar, galang massa, hasut orang-orang agar berpihak kepada kita, keroyok pihak lawan. Begitukah cara yang 'baik dan benar'? Kalau begitu yang kita berikan sebagai 'teladan' kepada anak-anak kita, maka akan begitulah anak-anak kita kelak menyelesaikan masalah. Hantam dulu, keroyok, tebas, tusuk, baru bicara belakangan, sing penting adu banyak-banyakan, sing banyak sing menang, jeh!

Jadi, salah bapak-e sing go young tah?





PS: Gambar dipinjam dari MS Office ClipArt media file.

March 20, 2010

Gosip - Ibarat Makan Daging Orang Mati?

Mengutip dari Bung Wiki ttg gosip: "Gossip In Islam - Islam considers backbiting the equivalent of eating the flesh of one's dead brother. According to Muslims, backbiting harms its victims without offering them any chance of defence, just as dead people cannot defend against their flesh being eaten. Muslims are expected to treat each other like brothers, deriving from Islam's concept of brotherhood amongst its believers and non believers."

Cukup 'horor' aka seyem ya pengibaratan orang bergosip itu.

Sorry, saya jadi ingat gosip yang menyebar di kalangan kami, remaja Cerebon jaman SMP-SMA.

Waktu itu ada 'kembang' sekolah yang sudah terkenal cantiknya, imut, ideal banget, sebut saja namanya Si Cantik. Hampir seantero kota Cerebon tahu dan kenal nama si Cantik, cuma saja sedikit orang yang kenal secara pribadi. Tidak saja di kalangan teman-teman satu sekolah, popularitas si Cantik beredar luas di sekolah-sekolah lain, bahkan penjaja kue dan pedagang di seantero pasar membicarakan kecantikannya.

Banyak cowok yang suka sesumbar bahwa dia pernah jalan bareng dia ke sekolah [iya, bareng berangkat pukul 06:30 WIB dari rumah masing-masing], ada yang ngaku pernah nonton midnight show bareng [gak salah, nonton film yang sama, di gedung bioskop yang sama, tentu barengan rame-rame segedung bioskop toh?], makan sate bareng di Beber - sedikit ke luar kota Cirebon arah ke Kuningan [iya dong, kan itu warung sate untuk umum, siapa ajah boleh makan, asal mbayar toh?]. Dan lain-lain. Yang pada inti-nya sih menunjukkan betapa dekatnya si pengumbar gosip kepada si Cantik. Tapi, itu semua cuma gosip aka kabar burung yang sengaja ditiup-tiupkan untuk menunjukkan, lihat nih, gw deket banget ama do'i, jeh!

Jaman itu, belum musim internet, apalagi FB, MP, milis atau lain-lain media social networking. Jadi, namanya gosip itu penyebarannya melalui MLM - Mulut Lewat Mulut doang sih ya. Berbeda-beda medianya, tapi satu tujuan jua: menyebar berita bohong, tentu!

Kalau sekarang sih, mungkin akan ada "private chat" berbunyi begini:

(A) Eh, B, kemaren gw jadi kopdaran ama si S.Khan.
(B) Masak? Berdua ajah atau rame-rame? Gw dong pernah berdua doang, makan semangkuk bakmi berdua ama do'i.*)
(A) Makan bakmi doang? Gw dong sarapan bareng, full course, berjam-jam pula ngobrolnya, di hotel lho!**)
(B) Ah, yang bener.
(A) Iya. Suwer. Eh, gw dong disentuh waktu makan itu.***)
(B) Masak?
(A) Iya dong. Xixixixi......
(B) Hmmmm.....dasar! [gondok?]

Nah, dari chat via BBB atau YM atau apa pun itu, lantas si (B) bisa ajah cerita kepada si (C), dengan versi berbeda. Katanya, hati-hati kalau ketemuan ama si S.Khan, dia suka sentuh-sentuh tuh! Dan, si (C) yang merasa menjadi nara sumber utama, lantas menebar cerita di kalangan temen-temennya, via media apa ajah ning japri: ooooiiii, ati-ati, kata si (B), si S. Khan suka sentuh-sentuh tuh! Jangan sampe jadi 'kurban'nya ya [padahal mah si A cerita-nya ke si (B) justru merasa 'bangga' karena "disentuh" seleb top tuh ya].

Kenapa bisa begitu ceritanya?

Ya bisa ajah, namanya juga gosip, kabar burung. Begitu sekali lepas dari mulut kita, maka menyebar tak terkendali ke mana-mana lah itu virus gosip, menularkan ke seantero dunia, apalagi kalau ttg 'seleb'. Jangan lupa namanya gosip, selalu ditambah-tambahi bumbu oleh yang ikut menebarkannya. Jadi, gak salah dah kalau istilahnya disebut sebagai 'backbiting' (menggigit dari belakang), dan yang digigit itu daging mayat pula, mana bisa si mayat bangkit dan menjelaskan duduk perkaranya toh? Kalau ada mayat yang bangkit mau menjelaskan, makin horor dan seyem ajah dong!

Eh, masih lanjut gosip ttg si Cantik nih.

Terakhir dikabarkan bahwa si Cantik hamil. Tapi tak jelas siapa yang menghamilinya. Gemparlah seluruh kota. Berbulan-bulan topik utama adalah ttg Si Cantik hamil. Kali ini kayaknya tidak ada yang berani sesumbar bahwa dialah bapak sang jabang bayinya. Semuanya cep-klakep, diam sejuta basa. Bahkan berita terkini mengatakan bahwa si Cantik sudah melahirkan. Anaknya kembar 4 sekaligus! Jadi, banyak reporter menyelidik, sampai akhirnya mereka datang ke rumah nara sumber, si penebar gosip pertama kali.

Dengan bangganya dia sesumbar bahwa cuma dia yang tahu ttg hal ini, kalau mau bukti dan foto, sila ke belakang ajah. Si Cantik ada di belakang rumahnya tuh. Para paparazzi dan reporter dari seluruh dunia lantas bergegas dan berebut masuk ke belakang rumah itu, dan ternyata....... benar adanya! Di sana mereka mendapati si Cantik sedang meneteki ke-empat-empat anaknya sekaligus, di atas keranjang tempatnya berbaring, ada nama Si Cantik - ternyata itu nama kucingnya, jeh!

Anda suka bergosip juga tah?




Ini 'bocoran' dari si seleb top S. Khan-nya:

*) Iya, soalnya pesen 2(dua) macem bakmi yang berbeda rasanya, kalau makan sendiri-sendiri, masing-masing 2 porsi tentu kekenyangan, makan seporsi jadi cuma bisa cobain satu macam. Semangkuk berdua, maksudnya seporsi (dalam satu mangkuk) dibagi dua gitu lho!
**)Maksude di resto hotel tempat si A menginap, sarapan gratisan, bukan di kamer tidur makan berdua ajah gitu kayak di pilem-pilem Hollywood.
***) Padahal mah, cuma kesenggol waktu si S.Khan mau ambil gula di dalam pinggan yang ada di atas meja, dan si S.Khan juga pas mau ambil tuh pinggan.





PS: Gambar poster diambil dari sini.Dan gambar 'Si Cantik' diambil dari sini.

March 19, 2010

Shrimp Paste Is Petis or Terasi Ya?

Seorang temen saya diajak makan makanan Surabayan di Depot Suroboyo, saya pilihkan rujak cingur, sebab dia minta yang ringan, gak mengenyangkan sekali. Begitu lihat sausnya yang soklat item dari petis, langsung dia minta tukeran ama menu yang saya pesen: lontong limolasan aka capgouw-meh.

Ternyata dia trauma ama petis. Ingat ama masa lalu ketika masih kecil jaman SD, suka bisulan dan diolesi obatnya yang item-yem berbentuk pasta, dengan bau khas salep item itu, persis plek ama dedekan (penampakan) si petis nan sedep-mantep ituh, jeh!

Bener juga sih ya, kalau saja anda salah comot, ichtiol zalf bisa dikira petis. Apalagi kedua-duanya dikemas pake pot plastik, walau ukurannya si salep sih biasanya kecil sajah. Siapa tahu toh, harga petis makin mahal, jadi terpaksa mesti dibikin 'murah' dengan kemasan sekali pake punya - yang sama persis plek ukurannya ama pot salep itu toh?

Bentuk sediaan pasta begitu, biasanya disebut paste dalam basa Inggris. Karena umumnya petis dibuat dari udang (yah, walau katanya sih cuma kepala udang, kulit udang-nya ajah, diambil 'ekstrak'nya ajah sih), maka kalau mau disalinnama alihbasa ke dalam basa Inggris, mestinya sih ya jadi Shrimp Paste - pasta udang toh?

Tapi, cobalah anda sesekali iseng ke toko Asia di negara-negara manca, atau supermarket yang ada di kawasan Asteng seperti Singapura, Malaysia, Thailand atau Filipina (cuma negara itu yang pernah saya jajah, eh, jelajah), kalau anda menemukan botol di bagian bumbu dapur berlabel 'shrimp paste', hampir pasti itu botol kalau dibuka, akan menghamblurkan aroma khas.... terasi!

Ya, mereka menyebut terasi dengan shrimp paste. Lha, sediaan terasi di sana memang umumnya agak-agak nyemek kayak petis, cuma warnanya ya merah-kesoklatan model terasi gitu. Kayaknya sih mereka gak kenal sediaan bumbu sedep bentuk pasta lengket kayak dodol warna item yang disebut petis gitu, jeh!

Ngomong-omong soal petis, rasanya gak ada penggila dan pendoyan petis yang bisa ngalahin arek Suroboyo tuh. Bagaimana tidak, hampir semua menu masakan khas Surabayan mestilah ada unsur petisnya: rujak cingur, lontong kupang, tahu campur, tahu tek (tahu gunting), rujak petis, telur petis, bahkan swikee sekalipun dikasih petis sedulit di ujung sendoknya ketika disajikan. Dan, mereka punya aneka sediaan petis pula: petis udang, petis ikan, petis kupang.

Yang unik, tentu saja petis sampi (sapi) buatan Ampel, Bojolali, tapi kudu milih yang Cap Elang (suka keleru diingatnya sebagai Cap Rajawali), sebagai produk sampingan dari satu produsen dendeng dan abon sapi yang memang ngayah sangat di Boyolali itu.

penampakannya tentu mirip petis udang, soklat keiteman sangat. Aromanya aroma petis dengan samar-samar bau prengus sampi. Rasanya tentu saja manis-manis dengan rasa ketumbar cukup menonjol, persis kayak dendeng sapi - lha, emang itu kayaknya sih dibuat dari air waste dari pengolahan produksi dendeng sih, jeh!

Anda pernah coba petis sapi tah?


Lets' Party - Pesta Dugem Jaman 'Normal'.

Jaman saya masih SMP-SMA, belum musim karaoke, belum musim diskotik. Kalau mau dugem, mesti ngadain sendiri. Ada ajah alasan kami untuk minta ijin pesta dans ke ortu, entah HUT siapa-lah, HUT persatuan olahraga, atau persatuan seni (namanya agak 'nasionalis', hak pake 'club'). Biasanya sih milih harinya, hari malem 'panjang' - week end, Sabtu malem Minggu gitsu lho.

Biasanya (lagi) sih biaya ditanggung-renteng, kongsian gitu-lah. Milih rumah satu temen yang agak besar, ada semacam balairung (balai 'tuk nghariung), lantainya juga masih lantai pc - ubin semen yang abu-abu ituh, ukuran standar 200 mm x 200 mm.

Modal utama, selain cemilan dan limun Cap Buddha (paling top di antara 2-3 merek limun lokal) - mana ada Coca Cola, Pepsi, Sprite atau Fanta jaman itu mah, tentu saja mesti beli bedak Marks [bacanya: mares] - bukan Marks & Spencer, buatan KF - Kimia Farma. Belinya paling dikit kudu selusin tuh, jeh!

Bedak? Buat pupuran tah?

Gak sih. Eh, sort of-larrr. Yang 'pupuran' bukan para peserta dans atau melantainya, tapi lantai pc-nya. Jadi, ruang yang disiapkan untuk pesta dans itu dikosongkan dari segala perabotan, di pinggir-pinggiran yang nempel tembok dijejerkan kursi-kursi campur aduk modelnya (boleh minjem dati rumah-rumah temen-temen paknitia dan bunitia).

Di pojokan kiri kanan 4 sisi ditarok speaker segede gajah, dengan banyak twitter (semacem speaker yang khusus mengeluarkan suara kecrik-kecrik nada tinggi buat keluarin suara simbal, misalnya) ditempel di mana-mana sekeliling ruang, dan pemutar lagunya masih tape recorder player yang segede gajah juga, mereknya mesti Akai, dengan pita masih gede, pakai cakram kayak untuk ngegulung pilem seluloid bokep 3 mm itu.

Hiasan standar ya kertas crepe yang digunting pake gunting bergelombang itu, disambung-sambung lalu dibentangkan warna-warni dengan ujung ikatan di tengah-tengah lantai dans, yang biasanya sih dikasih lampu 5 watt doang. Lampu-lampu lain akan dipadamkan begitu acara dimulai. Jadi, suasana remang-remang dengan lampu-lampu 5 watt di beberapa titik di pojok-pojokan doang. persis kayak suasana cafe dan disko jaman sekarang (jangan-jangan cafe dan disko ya terilhami cara kami dugem dulu ya?).

Lagu-nya yang biasa menjadi favorit jaman itu: Don't Forget to Remember,
I Started A Joke (Bee Gees), O, Darling (Beatles), untuk slow berdans cheek-to-cheek (paling digemari khalayak) atau yang semi rock: lagu-lagunya CCR - Creedence Clearwater Revival (Hey Tonight, Have You Ever Seen The Rain, dll) atau Rolling Stones.

Biasanya sih tugas saya ya seksi 'dekorasi', pasang-pasang kertas cereps dan hiasan lainnya, juga poster gede gambar Mick Jagger, george harrisaon, Robin Gibb dan lain-lain. Pernah sekali, saya salah tulis nama Mick Jagger sebagai anggota Group Bee Gees. Saking banyaknya poster yang mesti dibikin. Poster-poster itu dibingkai dan biasanya dipinjem kesana-kemari ama yang jadi panitia, sampai akhirnya hilang entah ke mana siapa yang minjem terakhir lupa, mungkin juga mereka tak tahu mesti kembalikan ke siapa - soalnya berpindah tangan dari A ke B, B ke C dan seterusnya.

Begitulah, jaman masih 'normal' - belum banyak campurtangan teknologi pun kami, para ABG - Anak Baru Gede (sekarang pun masih ABG - Angkatan Babeh Guwe, kata anak-anak saya mah) ya teuteup punya akal buat dugem-dugeman, namanya juga ABG toh ya, jeh!

Bagaimana dengan jaman anda ABG?





PS: Seperti biasa, gambar diambil dari MS Office ClipArt media file.

March 18, 2010

Tahu Petis - Versi Jowo vs Versi Sunda.

Musim Muludan di Cirebon baru saja usai. Muludan di Cirebon tak kalah ama Sekatenan di Yogya dan Solo, ada pasar malem selama sekitar sebulan. Dengan aneka atraksi dan jajanan macem-macem khas murah-meriah ala rahayat jelata punya.

Jaman saya kecil dulu, satu jajanan favorit musim Muludan itu ya Tahu Petis.


Yang jual mesti akang-akang dari Garut atau Tasikmalaya, urang Sunda te-a, jeh!
Tahunya masih segede sekitar 80 x 80 mm dengan ketebalan sekitar 40 mm ketika fresh from the penggorengan, dan susut sekitar 20%-nya ketika dingin. Petisnya sudah di-pre-packing dulu di rumah, pake daun pisang, ditum(?), seperti kalau anda hendak membuat bothok. Ada kondimen berupa sabrang jepun (cabe rawit) ijo royo-royo - wong cerebon ogah makan lombok rawit sing abang atawa orange sih.

SOP - Standar of Penyantapan Tahu Petis yang baek dan bener: bungkusan petisnya dibuka dulu. Cukup cabut biting penusuk lipatan bungkus daunnya, jaman itu sih belum musim stapler. Tahu yang bergarem dikocok-kocok dulu dalam kemasan kertasnya, supaya butiran garemnya tersebar merata ke seluruh permukaan si kulit tahu.

Lalu ambil satu bongkah tahunya, cocol ke petisnya, sementara tangan yang satu sudah siap-siap dengan sebiji sabrang jepun ijo-nya. Klethis dulu si sabrang barang segigitan kecil, baru gigit tahu yang sudah berlumuran petis itu. Lantas segera saja kunyah bareng tu tahu dan sabrang dalam mulut, hati-hati jangan sampai si sabrang sempet menyentuh lidah atau bibir anda, kalau tak mau tersengat pedasnya si sabrang, jeh!


Bagaimana dengan Tahu Petis versi nJowo?

Ndak beda, tentu saja ada tahu gorengnya, ada petisnya dan lombok rawitnya juga. Hanya bedanya di SOP - Standar of Penyajiannya saja, versi nJowo, petisnya sudah disisipkan ala sandwich di tengah-tengah tahu yang sudah disayat pada ketebalannya. Juga petis-nya dicampuri bumbu rempah dulu, antara lain bawang putih dan rajangan halus banget leek berupa seledri. Hanya saja, kalau makan yang versi nJowo kudu hati-hati waktu gigitan pertama, kalau kurang pengalaman, bisa terpercik petis ke baju anda tuh!

Sama-sama sebagai cemilan, bukan lauk utama teman makan nasi. Tahu petis enaknya dimakan ketika masih hangat. Saya 'nemu' Tahu Petis versi nJowo ya di tukang Bakmi Jowo Pak Atmo di Serpong, dekat pintu keluar tol Jakarta-Merak, sesudah pompa bensin. Dijual seporsi 5 bongkah tahu dan sepiring lombok rawit, cukup nikmat sebagai pengganjel perut keroncongan ketika menunggu pesanan bakmi nJowo ala Semarangan yang mesti berkeekian(-keekianan) itu, jeh!

Mau tah?




PS: Foto diambil dari sini. Nikmati juga tahu petis-nya di sini.

Filsafat Ikan - Kudu Beli Seutuhnya.

Pontianak berlokasi di garis katulistiwa. Jangan membayangkan bahwa ada garis yang digambar pada bumi sepanjang katulistiwa, cuma imaginasi saja sih.

Tapi, ada satu tugu sebagai penanda titik garis katulistiwa itu. Anda bisa mejeng di tugu katulistiwa. Everything about equator bisa anda beli, ada kaos, miniatur tugu, gantungan kunci, mug, jam dinding dan lain-lain - di souvenir shop yang buka dekat sana, katanya.

Saya sih gak pernah ke sana, walau pernah mukim cukup lama di Pontianak. Ada saja halangan untuk sekedar mejeng di depan atau samping tugu yang menyatakan bahwa di situ terletak pas titik garis katulistiwa.

Ada satu yang saya pelajari di Pontianak.

Rekan kerja saya mengajarkan bahwa kalau anda beli ikan di pasar, tentu anda mesti beli seutuhnya. Seekor ikan kakap, besar atau kecil, mesti dibeli berikut kepalanya, ekornya, sisiknya, dan tulang belulang + durinya, juga jerohannya, ketika ditimbang.

Barulah sesudah ditimbang dan dibayar, anda boleh minta tolong kepada saudagar ikan di pasar itu untuk membuang sisiknya, jerohannya, sirip-sirip dan ekor dan kepala (kalau tak suka). Bahkan bisa minta dipotong berapa, untuk masak apa - tanyakan juga bumbunya apa ajah. Full service pokokna mah, euy!

Maksudnya, kalau mendapat teman, atau karyawan, tentu anda tidak bisa memilih yang baik-baik saja yang ada dalam kedirian si teman atau karyawan. Ada jelek-nya, ada baik-nya. Mesti anda terima kedua-duanya. You win some, you lose some. Sudah satu paket yang mesti anda 'beli' seutuhnya sih, jeh!

Bagaimana kalau kita belinya fillet kakap?

Tentu bisa saja. Tapi, harganya toh berbeda antara kakap full, utuh dengan fillet - daging yang sudah utuh tanpa tulang, sisik, sirip, ekor dan kepala. Melulu daging dan (mungkin) kulit yang menempel pada daging.

Jadi, mau fillet atau full?







PS: Gambar diambil dari sini.

March 16, 2010

Yang Dilupakan - Khayal, Khayalan, atau Nyata, Kenyataan?

Apa sih kenyataan? Apa sih khayalan? Sesuatu yang nyata, tapi tidak mengenakkan, mestilah anda mau menyingkirkannya - dianggap itu cuma mimpi, khayalan. Sebaliknya, khayalan yang indah, ingin rasanya anda anggap itu kenyataan. Saat anda membaca notes ini, apakah ini khayalan semata atau kenyataan? Tergantung pikiran anda hendak dibawa ke mana, tentu. Baik atau buruk, itu cuma permainan dalam pikiran anda ajah. There is nothing good or bad, only thinking makes it so, jeh!

Seorang ibu yang merasa pernah punya anak, menyimpan memori ttg anaknya. Foto-foto, video dan beberapa memoribilia lainnya. Suaminya, juga psikiater-nya bilang bahwa dia cuma dilusi - berkhayal. Anaknya keguguran waktu dia mengandung. Tapi, sang ibu teuteup ngotot bahwa benar, nyata sekali, bahwa dia pernah punya seorang anak dan tumbuh besar dan bersekolah. Anaknya termasuk satu kurban di kecelakaan pesawat ketika hendak ikut rombongan sekolahnya camping.

Kedua pihak, suami-nya dan psikiater-nya vs sang ibu, sama-sama berusaha saling meyakinkan satu sama lain. Sang ibu hendak membuktikan bahwa anaknya itu nyata, kenyataan, bukan cuma sekedar khayalannya semata. Sebaliknya, suami-nya dan psikiater-nya berusaha meyakinkan bahwa itu cuma khayalan semata. Sang ibu merasa bahwa mereka berusaha menghilangkan 'barang bukti' berupa foto-foto, album foto dan video, dengan cara mengganti album foto yang sama tapi tanpa foto, begitu juga video-nya.

Akhirnya si ibu bisa menemukan 'teman senasib', seorang ayah yang juga kehilangan anak perempuannya - teman anak lelaki si ibu, yang juga menjadi kurban kecelakaan pesawat tsb. keduanya berusaha melacak keberadaan anak-anaknya. Sang ibu merasa bahwa anaknya masih hidup. Keduanya terus mencari dengan bertanya-tanya kepada orang-orang yang pernah 'terlibat' dengan anak-anaknya. Seorang detektip lokal yang percaya kepada mereka, ikut membantu. Sementara NSA - National Security Agent dan FBI menguber mereka untuk menghalang-halangi mereka terus melacak anak-anaknya.

Bahkan suaminya masih ngotot bahwa si ibu menjadi 'gila' karena dilusinya. Sementara si psikiater mulai melemah dan berbalik simpati kepada sang ibu.

Sayang sekali (atau emang si penulis mau cari gampangnya ajah?), cerita yang begitu bagus dibumbui dengan hil-hil yang mustahal (minjem istilah alm. Asmuni Sri Mulat), ternyata ada permainan Si A-Lien yang berkolusi dengan FBI dan NSA melakukan eksperimen. Ketika sang ibu tanya mengapa anaknya yang dipilih sebagai obyek eksperimen, si A-Lien (bukan orang Tionghua lho!) bilang, eksperimen-nya bukan ttg anak-nya, tapi justru ttg si ibu. Kalau si ibu lupa akan anaknya, maka eksperimen itu dianggap berhasil - dan si A-Lien lulus ujian. Tapi, kalau tidak, maka eksperimen gagal dan si A-Lien mesti balik ke langit (bener-bener secara harafiah disedot oleh langit ke atas!).

Jadi, cerita selesai dengan baliknya si anak dan sang ibu bermain di sekolah, menjadi normal seperti sediakala. Begitu juga dengan si ayah dan anak perempuannya. Seolah tidak terjadi apa-apa. Mungkin Si A-lien di langit sana dihukum picis, diiris-iris kulitnya, dikucuri air jeruk nipis - karena gagal melakukan eksperimen mengacaukan pikiran si ibu. Kasian deh, lo!

Saya nonton (eh, itu kenyataan atau khayalan ya?) film tsb di TV (entah stasiun mana, heran, film bagus diputernya mesti tengah malem ya?) malem-malem entah kapan itu minggu lalu, sudah masuk setengah jalan. Penasaran jadi saya googling ajah, ternyata itu film lama (2004) dengan judul "The Forgotten", sila lihat ajah di sini ya.


Tapi, konon kabarnya, kenyataan dalam hidup nyata kita di bumi ini, bisa saja terjadi seorang ibu yang begitu mendambakan punya seorang anak, tapi belum berhasil, lantas berkhayal seolah dia sudah punya anak, diberi nama, diajaknya jalan-jalan ke Dufan. Persis seperti anak tunggal yang mendambakan teman, bisa punya 'teman' khayalan yang diajaknya berbicara, bermain, makan bersama. Saya tidak tahu pasti, karena belum pernah sampai terjadi 'close encounters' of that kind. Yah.... namanya juga hidup, khayalan dianggap nyata, kenyataan dianggap khayalan, anything is possible ajah, jeh!

Sorry, no offense ya! (Khususnya buat yang suka mengkhayal.)




PS: Gambar diambil dari link yang sama.

IT'S WORLD TIME: