January 26, 2011

Siapa Bilang Lidah Tak Bertulang?

Nenek moyang kita pernah bikin pepatah: memang lidah tak bertulang, jadi bisa saja keseleo lidah, terucap kata yang salah atau menyangkal kata yang pernah diucapkan.

Itu cuma sekedar kiasan, tapi apa bener secara harafiah lidah tak bertulang?

Kalau yang dimaksud adalah lidah sapi, lidah babi atau lidah kambing dan hewan ruminansia besar lainnya, termasuk homo sapiens - orang, mungkin bener. Tapi, kalau lidah unggas seperti ayam, bebek dan burung, kayaknya gak bener juga.

Barusan saya lihat di acara TV kabel, saluran TLC - Travel Living Channel, program "Bizarre Foods With Andrew" si botak plontos itu. Kali ini cerita ttg makanan di pasar Kamboja.

Satunya adalah ihwal bebek.

Katanya, semua bagian bebek dimakan di Asia Tenggara, juga di Kamboja, termasuk... lidahnya. Buat mereka, bule, kata si Andrew, lidah bebek termasuk bizarre food - makanan aneh tuh, euy!

Orang Kamboja cuma memandang lidah bebek dengan sebelah mata saja, cuma pantes dikumpulin dulu agak banyak, lantas ditusukin di lidi dan digoreng garing begitu saja, seperti halnya kita memperlakukan jantung-jantung ayam buat kondimen ketika nyabu - nyarap bubur ayam gitu doang tuh, jeh!

Padahal, kalau anda ketik 'duck tongue' di google, anda akan disodorin aneka menu berbahan lidah bebek ala Chinese food. Dimasak cah, angsio (kayak kaki ayam), rebus, sup, dan lain-lain.

Konon kabarnya dulu lidah bebek merupakan makanan inggil adiluhung spesial buat para kaisar dan keluarganya di ring-1 kalangan bangsawan dan menak sahaja. Lha, bagaimana tidak? Untuk seporsi menu masakan lidah bebek, terdiri dari banyak utas lidah bebek, berapa ekor bebek diperlukan tuh ya?

Saya pernah diajak makan oleh bekas teman saya, semasa TK dan SD di THHK Cirebon. Pas seusai acara reuni ex THHK tsb. sekitar tahun 2005-an. Makannya di resto Ah Yat(?) yang ada di Mangga Dua Square. Itu termasuk satu resto fancy high end punya juga. Dan, satu menunya, menu umpan tekak aka appetizer or starter, adalah steamed duck tongue.

Namanya juga resto fancy, menu lidah kukus itu disajikan dengan gaya yang elite punya: pakai piring saji besar, sang lidah, satu demi satu dijejer agak ke tepian piring saji, melingkari piring, dengan selang-seling kondimen berupa sayur, sayur apa entah sudah lupa lagi.

Cara makannya tentu saja mesti dijumput pakai sumpit, lalu masukkan ke dalam mulut, dikecap-kecap dulu rasanya yang gurih, baru nikmati teksturnya dengan dikunyah-kunyah, dan tarik balik 'tulang'nya dari mulut dengan sumpit, lalu sisihkan di piring kecil yang ada di depan anda.

Dan, ternyata lidah bebek teksturnya ya mirip lidah sapi atau lidah babai, if you know what I mean, kenyal-kenyal dan agak-agak kesat, ning... nih dia: ternyata ada semacam tulang (atau memang tulang)?) yang menjadi dasar pada bagian bawah si lidah bebek itu.

So, siapa bilang lidah (bebek) tak bertulang ya?

PS: Gambar diambil dari sini. Untuk gambar-gambar lain, bisa klik di sini.

January 24, 2011

Krimer vs Krimer.

Menyitir film berjudul Kamer vs Kamer, eh, Kramer vs Kramer, Krimer vs Santen benernya sih gak jauh-jauh amat, mereka masing bersodare - kate orang Betawi sih, jeh!

Krimer aka non dairy creamer itu kalau baca komposisinya ya pake bahan vegetable oils. Dan, umumnya ya diambil dari coconut aka kelapa - termasuk tetumbuhan aka nabati juga sih. Sebagai ganti 'krim' yang ada pada susu, untuk mendapatkan rasa gurihnya.

Harganya lebih murah, disamping juga demi untuk melayani kebutuhan mereka yang alergi ama susu dan produk lanjutannya. Kebanyakan SKM - Susu Kental Manis itu
benernya ya non dairy creamer tuh. Makanya harganya relatip lebih murah.

Untuk penggurih di industri kuwih-muwih kering, biskuit, mereka banyak juga memakai krimer bubuk ini sebagai ganti susu, biasalah - themanya masih demi menekan COGS. Banyak krimer memang dibuat dengan cara spray dry dari santan,
dari bentuk cair menjadi bubuk.

Kalau anda kebetulan kehabisan santan atau kelupaan beli, padahal sudah malam, dan anda mesti buru-buru bikin nasi uduk untuk sarapan pagi-pagi banget, bisa coba anda pakai saja krimer bubuk atau cair yang tanpa pemanis atau gula. Lidah anda tak akan bisa membedakan mana yang nasi uduk pakai santan, mana yang pake krimer.

Nasi yang ditanak pakai rice cooker, ditaburi barang sesendok dua krimer dan diaduk rata, akan memberi efek wangi dan gurih - menambah nafsu makan sekeluarga. Percayalah dan cobalah sajah...

Lha, krimer yang sama dipakai untuk penggurih kupi, soklat dan teh, maka untuk bajigur pun sama saja bisa pake krimer. Kabarnya mereka di sono yang gak produksi santen, kalau mau masak nasi uduk atau menu lain yang mesti bersanten,
bisa substitusi dengan susu tawar tuh, euy!

Cobalah sesekali bikin 'bajigur' dari air kupi + gula Jawa + krimer + jahe dikeprek dan dibakar sebentar - atau jahe bubuk, dikit ajah. Jadi deh home made bazigoer yang hangat dan sedep punya tuh! Gak kuatir di'jorok'in oleh kontaminan
ember item geteng ex daur ulang, atau ditutupi kantong kresek item daur ulang juga.

January 23, 2011

A Dash or Two of Kicap Maggi Full of Sweet Memory - Nostalgia Si Dede.

Kicap Maggi benernya sih bukan kicap sebagaimana kicap yang anda kenal - untuk masak. Tapi ini kicap meja untuk penambah sedap masakan yang sudah jadi. benernya juga bukan kicap sih, mereka memposisikannya sebagai penyedap - seasoning. Percaya gak - mereka mulai bikin sejak tahun 1872 tuh! Rasanya asin, aromanya khas Maggi, sedap, kemasannya botol kecil saja - hanya barang sekecrot dua saja dah cukup membuat masakan anda jadi makin sedap-mantap, jeh!

Kemarennya si Dede liburan akhir tahun, dia baru tahu ada sebotol kecil mungil isi 100 cc kicap Maggi di meja makan kami. Begitu tahu, dia antusias sekali.

Pas mamah-nya masak lontong sayur dengan beberapa butir telur rebus. Jadi, selesai makan, si Dede minta satu butir telur rebus, dikupasnya kulitnya, lalu tarok di mangkuk stainless, dan disiram kicap Maggi beberapa kecrotan. Dia ambil sendok, dibelahnya telur rebus itu, lalu disiram-siramkannya kicap Maggi ke kuning telurnya, baru dia kerat dan nikmati sesendok demi sesendok sambil menonton TV....sedapnyaaa, oiiii!

Rupanya itu telur rebus bersiram kicap Maggi, merupakan extra fooding bagi si Dede ketika awal-awal bersekolah di Singapore.

Waktu itu, 2002, dia dapat beasiswa mulai dari Sec-2, di CGS -Crescent Girls School, kalau gak salah setingkat kelas 2 SMP. Padahal di Jakarta dia baru ajah naik kelas 3 SMP BHK, Jelambar, Jakarta. Turun setingkat di sana.

Waktu itu, ekonomi kami sedang merosot. Jadi tak banyak uang saku yang bisa kami berikan. Lebih banyak dia mengandalkan uang saku dari pemberi beasiswa yang pas-pasan saja, sekitar SGD 200 per bulan, SGD 2.000 per tahun.

Sekarang agak lumayan ekonomi kami, tapi si Dede dapat uang sakunya SGD 500 (SGD 5.000 per tahun) plus mulai bulan ini dapat SGD 1.200 per bulan, karena magang selama 1 semester. Mayan banget tuh ya.

Makanya waktu itu dia mesti berimprovisasi mencari cemilan sendiri. Kebetulan di kantin asramanya disediakan banyak telur rebus setiap hari, juga Milo free flow. Dan, di meja makan kantin disediakan kicap Maggi dalam botol kecil-kecil - banyak.

Jadi rupanya dia suka mencomot sebutir dua telur ayam rebus di pagi hari selesai sarapan, lalu ditarok di lunch box sebagai cadangan bekal makan siang, dan sebotol kecil kicap Maggi dari meja kantin, dan termos air diisi dengan Milo dingin kesukaannya, untuk dimakan ketika istirahat di sekolahnya.

Kalau siangnya tidak habis dimakan tuh telur, dia cadangkan untuk malam-malam kalau pas lapar. Dan selalu dikecroti pakai kicap Maggi, satu-satunya pilihan kicap yang disediakan di meja kantinnya. Mereka gak kenal kecap manis sebagaimana kita di mari tuh, jeh!

Kicap Maggi juga enak dikecrotkan di atas telur ayam ceplok, atau dadar, kecroti sesaat setelah diangkat dari penggorengan, jangan ikut digoreng karena aromanya akan menguap sirna ke udara. Apapun telurnya, memang enak dikecroti kicap Maggi barang sekecrot-dua tuh, euy!

Anda suka juga?

January 15, 2011

Buka Cabang - Alangkah Indahnya(?).

Kayaknya topik ttg poligami sang AA masih jadi hit list minggu ini bagi stasiun TV ya. Saya juga pernah cerita ttg 'rekan' jaga malem di musim hura-hura 1998 yang 'buka cabang' di sini. Mau-tak-mau, suka-tak-suka, poligami - terlepas dari masalah agama atau norma masyarakat, adalah suatu kenyataan yang sudah ada sejak jaman baheula, jeh!

Saya lebih suka minjam istilah temen saya: buka cabang. Bukan karena mau mentolerir atau mau mengejek, cuma buat unik-unikan ajah gitu lho.

Boss satu resto ala Jowo yang pernah ngetop dan laris, pernah berbangga bahwa dia banyak 'buka cabang' demi cabang resto-nya, sampai ada menu 'es poligami' segala di resto-nya tuh! Sayangnya kemudian gaya unik-nya gak didukung oleh ibu-ibu yang lantas memboikot untuk tidak mau makan di restonya. Over pede?

Lanjut soal sang AA.

Katanya beliau jadi populer dan ngetop berkat Teh Nini - maksude, diorbitkeun oleh isteri pertamanya. Lantas jadi 'terpaksa'(?) buka cabang karena populer, ngetop, jadi kesempatan terbuka lebar.

Seorang teman saya, cewek, jaman saya masih bujangan, pernah curhat: dia asli Medan, lantas merantau ke Jakarta mengadu nasib bersama suaminya. Baru punya satu anak, mereka berdua gigih, sampai usahanya maju pesat dan... suaminya makin sibuk, makin laris, sampai akhirnya pulang malem terus hampir tiap hari. Di bajunya sering ditemui bekas lipstick dan di kantungnya selalu ditemukan kondom. Teman saya bilang, lama-lama dia 'buka cabang' juga tuh - dia lebih memilih kehidupan sederhana ketika mereka masih di Medan.

Seorang Sales Rep saya, dengan pendapatan melulu dari komisi karena kami terima job dari bank sebagai outsource - menjual 'kredit' bank ke nasabah, pernah coba-coba buka cabang juga. Dia rajin sangat, pendapatannya paling tinggi di antara sales rep yang lain. Katanya: demi cabang baru, pendapatan mesti dicari lebih banyak lagi.

Jadi, apakah usaha buka cabang itu is good or not is good?

IT'S WORLD TIME: