March 11, 2010

Jadi Bandar Gelap di Jaman Edan.

Katanya, mumpung lagi edan jamannya, bolehlah sesekali ikut edan-edanan. Ibarat kata peribasa: kalau ada sumur di ladang, bolehlah awak menumpang mandi. Kalau lagi rame rek-erek di jaman edan, bolehlah awak jadi bandar gelap sesekali, jeh!

Bandar gelap bukan berarti cuma anda yang berkulit ireng geteng (e-lemah) aka hitam legam yang berhak menyandang predikat itu, sesiapa ajah boleh koq, tapi cuma ndak terdaftar ajah di PBEI - Persatuan Bandar Erek-erek Interntional, yang berkantor pusat di Negeri Entah Berantah. Eh, tapi konon kabarnya para bandar gelap juga bikin perkumpulan: ABG-E - Asosiasi Bandar Gelap Erek-erek tuh!

Menjadi tukang ciamsi dengan nama samaran Pek Kong Wu Loong Pendolagu, cuma dapat beberapa puluh rupiah ajah. Jadilah saya pernah iseng belajar meningkatkan profesi menjadi ABG - Amatir Bandar Gelap. Caranya? Saya bikin di selembar kertas bergaris, lajur-lajur berupa nomor dari 00 s/d 99, persis 100 angka. Dari atas ke bawah, dan dikasih kolom kosong di sisi kanan tiap-tiap nomor.

Saya pasang harga untuk setiap nomor, misal Rp 100 per nomor. Kalau anda pasang,
bayar Rp 100 kepada sang bandar gelap ini, lalu anda tulis saja nama dengan tulisan tangan anda sendiri di samping nomor yang anda hendak tebak. Sebagai bukti otentik bahwa itu memang pilihan anda toh. Beda dengan undian 'resmi' yang boleh pilih nomor sesuka hati anda - sampai 4 digit, dengan jumlah uang taruhan sesuka hati anda juga, saya sih maen-nya yang 'play safe' ajah: dibatasi 100 angka dengan jumlah taruhan Rp 100 per angka ajah.

Cara mencocokkan nomor yang menang? Gampang ajah, ikut ajah erek-erek yang resmi dan diundi setiap malam itu. Pemenangnya, cuma satu dari 100 penebak, mendapat hadiah sebesar 80 kali taruhan yang dipasang. Saya dapat 'untung' 20%, lumayan toh?

Bagaimana kalau tidak semua angka terjual?

Hehehe.... just don't worry, be happy-lah, sudah diantisipasi: kalau ndak terjual minimal 90 nomer, undian dibatalkan - ada di disclaimer yang saya tulis di footnote - kepekan di (telapak) kaki, sengaja kecil-kecil hurufnya, pake basa Uighur yang jarang dimengerti khalayak ramai, supaya sulit dibaca toh. Kalau sampai keluar nomor yang ditebak dan laku dijual, sementara cuma laku 20 nomer, bisa tekor nombok 60% 'kan?

Bagaimana kalau angka yang keluar termasuk di 10 nomer yang tidak terjual?

Hehehe....... saya terpaksa jadi cukong dadakan: traktir makan gepu (dage capu - combro) dan segelas es teh manis untuk orang-orang yang ikut pasang (90 nomer terjual), paling tidak ya sepotong kueh lara gudig sih akan saya bagikan. Yang menang juga biasanya akan jadi boss nraktir jajan pepes dage dijadikan sandwich pake 2 keping kerupuk kampong. Lha, yang masang juga di kalangan terbatas: temen-temen sekawasan PSK - Pasarpagi Siliwangi Kompleks (tempat tinggal saya di masa kecil) doang sih!

Jadi, namanya bandar gelap amatir mah ya kudu harus musti untung melulu, gak perlu lari berkelit takut tekor. Kagak kayak bandar gelap resmi atau setengah resmi yang bisa lari kalau ternyata jeblog tekor banyak penebak yang tepat tebakannya dan jumlah taruhannya buesar-buesar kabeh sekelas kakap, eh, paus itu, jeh!

Mau pasang nomer berapa nih?




PS: Gambar diambil dari sini.

IT'S WORLD TIME: