January 20, 2010

Nahu Pong Di Perko.

Masih berkaitan dengan huhujanan bersepedaan ketika masa-masa SMP dulu. Kalau bosan ngeburjo ngetan item, kami biasanya ngiyub (berteduh) di perko - emperan toko yang tutup karena hujan turun dengan derasnya.

Jaman dulu, namanya perko itu adalah bagian lantai yang ditinggikan sekitar 20 cm (satu tegel), dengan lebar sekitar 150-200 cm, di bawah atap. Semacam teras begitulah. Kaki limanya sendiri selebar 300 cm. Biasanya teras digunakan oleh tuan rumah, pemilik toko, untuk midang - duduk-duduk sore hari sambil ngemil dan ngobrol dengan teman atau tetangga. Bisa juga untuk ekspansi tempat tarok barang dagangan.

Kalau toko-nya tutup, biasanya perko dipakai untuk para pedagang ngiyub kalau hujan atau siang panas terik. Toko jaman dulu ada jam istirahat-nya, siesta, sekitar pukul 14:00 s/d pukul 17:00. Buka pukul 08:00 atau 09:00 dan tutup pukul 20:00 atau 21:00.

Jajan favorit kami adalah tahu pong yang dadak goreng. Cuma tahu putih ajah, dikerat jadi bentuk dadu kecil-kecil, kalau digoreng jadi agak gembung. Ukuran jadi one bite size, sa-emplukan, dengan dimensi 30 mm x 30 mm x 30 mm begitulah. Biasanya sih kami nungguing si tukang tahu menggoreng itu tahu pongnya.

Si emang (baca 'e'-nya lemah - 'emang' = mamang, panggilan 'abang' cara Sunda) membawa pikulan dengan dua angkring. Satu angkring untuk stock tahu dan preparation table, isinya paling juga stock cabe rawit dan garam halus yang dibuat dari garam bata yang digerus pakai cobek sampai halus (belum musim garam halus dalam kemasan), halusnya ya gak halus-halus banget, masih suka ada 'kerikil' kristalnya. Satu lagi untuk stock tahu mentah di laci bawah, dan bagian atas untuk tempat kompor pompa berbahan minyak tanah dan wajan penggorengan dan stock minyak lentik - minyak kacang tanah.

Begitu ada yang pesan, barulah si abang mengerat-kerat tahunya, satu bongkah tahu biasadikerat jadi empat, lalu dicemplungkan ke dalam minyak panas. Begitu menggelembung dan kulitnya berwarna soklat keemasan (golden brown), langsung diangkat dan ditiriskan minyaknya. Disebut tahu pong, karena isinya jadi kopong - kosong.

Per porsi berisi 10 potong + ekstra imbuhan 1 potong. Wadahnya biasanya dari kertas bekas limbah kantor, yang ada tulisannya ditarok di luar. Kertas itu dibentuk mirip zak mini, lalu diberi sedikit garam, bagian atas wadah akan dipegangi, lalu tahu di dalamnya dikocok-kocok supaya garamnya tercampur rata. Makannya sepotong-sepotong dengan menggigiti cabe rawit, diklethisin begitulah.

Hujan-hujan ngiyub di perko, sambil nongkrong menikmati tahu panas-panas, dengan klethisan cabe rawit yang menghablur aroma khas si rawit-nya, dan pedas menyengat di bibir dan lidah, ditiban panasnya si tahu dan asin-nya garam, wah....... rasanya sudah nikmat sekali! Kalau kepedesan, paling kami ngemut permen jahe atau nougat yang cap balap kuda itu. Belum musim soft drink impor Coca Cola, apalagi Teh Botol, jeh!

Anda mau tah?

IT'S WORLD TIME: