February 04, 2010

Kita Dans, Yuk!

Katanya irama lagu 'Pasar Minggu' yang dimulai dengan 'papaya, mangga, pisang jambu...., dibawa dari Pasar Minggu.....' itu adalah lagu berirama cha-cha-cha. Satu jenis tarian berasal dari Amerika Latin, persisnya sih dari Kuba yang populer sebagai tari pergaulan. Secara gampangnya, langkah kaki dansa ini adalah maju tiga langkah, mundur tiga langkah, dengan banyak variasi sesuai improvisasi yang sudah ahli.

Tapi, biar pun lagu 'papaya' itu berirama cha-cha-cha, tentu saja ndak klop untuk pengiring dans kayaknya sih ya. Lha, dans ball room yang bisa anggun ini, koq ya masak iya diiringi lagu yang inferior bawa-bawa 'pasar' dengan buah-buahan lokal segala toh?

Jadi, dengan alasan untuk memperluas pergaulan, saya diajak oleh teman seasrama saya untuk kursus dans (ini asli basa Belanda, yang kemudian jadi basa Indonesia: dansa). Jaman masih kuliah. Katanya, kita mahasiswa 'kan mesti luas pergaulannya, masak dans-nya cuma bisa 'cheek-to-cheek' dengan lagi-lagi slow ajah, atau 'a-go-go' dengan lagu soul itu, yang asal gerak-gerak dan goyang-goyang seperti biasa dilakukan jaman SMP-SMA dulu?

Belajar ball room dance yang lebih elegan dan elite itu dong!

Termakan oleh kampanye teman saya, akhirnya saya ikut juga mendaftar kursus pada sepasang guru tari yang memang pasangan penari pro yang pernah memenangi kejuaraan entah kompetisi apa, ada piala-nya dijejer di lemari. Tempat kursusnya di kawasan Kota Baru, Baciro, Ngayogyakartahadiningrat, rumah kecil dengan tempat latihan cukup sempit.

Belakangan, saya baru tahu, mengapa teman kita begitu getol ngajak saya ikut kursus dans, rupanya dia bertujuan supaya bisa sharing ongkos transpor ke sana, dari Gejayan, Mrican ke Baciro naek becak. Mayan toh kalau bisa dibagi dua, ngirit ongkos dikit, jeh!

Hari pertama ikut kursus, kami disuguhi demo oleh miss dan mister-nya, pasangan suami isteri yang menyuguhkan dans aneka gaya: cha-cha-cha, waltz, tango, jive dan lain-lain. Lalu teori langkah kaki dasar. Juga etiket dans yang baik dan bener: bagaimana mengajak wanita untuk dans, mesti membungkukkan badan, menekuk kaki, juga tata cara memegang bah, tangan mesti bagaimana menyentuh punggung, dan seterusnya.

Mulanya kami dijanjikan oleh miss - instruktur dans yang kasih kursus, bahwa setiap peserta pria akan ada pasangan wanitanya. Oleh karena yang mendaftar kebanyakan pria, maka untuk sementara kami mesti berpasangan dengan pria. Bergantian berperan sebagai pria dan wanitanya, sebab langkah kakinya 'kan terbalikan antara pria dengan wanita.

Tapi, setelah ikut kursus sekitar 2 bulan, seminggu sekali pas hari Minggu ajah, saya kebagian-nya dapat pasangan pria melulu. Belajarnya tentu jadi bingung, sebentar berperan jadi pria, sebentar berperan jadi wanita. Setiap kali ditanyakan mana pasangan wanita-nya untuk latihan, si miss selalu mengulur-ulur berkelat-kelit dengan berbagai alasan.

Ya sudah, di akhir bulan ke-2, saya cuma bilang terima kasih ajah kepada si miss. Gak banyak cing-cong saya berhenti begitu saja. Rugi sih, memang, tapi daripada terus-menerus di'hibur' dengan janji-janji kosong, dan si miss sendiri agaknya tidak diijinkan oleh si mister-nya untuk menjadi pasangan peserta kursus.

Anda mau ikut kursus dans begitu?


IT'S WORLD TIME: