February 25, 2010

Ukup-ukup + Sesajen Demi Demit?

Saya gak tahu aliran apa yang mengajarkan tradisi ukup-ukup setiap malem Jumat, terlebih malem Jumat Kliwon yang jatuh pas hari ini, 25 Februari 2010. Saya juga gak yakin, yang dimaksud 'malem' Jumat Kliwon itu, apakah seperti hari ini, yang hari Jumat-nya jatuh (bersamaan) pada hari pasar (perhitungan Jowo) hari Kliwon, ataukah kalau pas Kemis-nya yang Kliwon (11 Februari 2010), pokoknya, ukup-ukup-nya itu ya hari Kemis, malem Jumat.

Ukup-ukup itu kayaknya sih ritual yang diturunkan oleh kepercayaan animisme(?), melibatkan alat peraga berupa satu tungku kecil terbuat dari lempung aka tanah liat [kayaknya sih itu tungku maenan anak-anak untuk pelengkap dedapuran maen pasar-pasaran gitu], yang diberi arang membara, lantas ditaburi kemenyan [dibuat dari getah pokok aka pohon kemenyan] atau dupa yang dihancurkan, bule cuma tahunya incense, sehingga mengeluarkan asap mengepul cukup lama, dan beraroma khas........ kemenyan, tentunya, jeh!

Selain tungku berarang membara dan berasap kemenyan, ada properti tambahan berupa kembang setaman yang ditaruh dalam wadah berupa takir daun pisang, isinya antara lain rajangan halus daun pandan, bebungaan aneka macam setaman, termasuk mawar, melati..... semuanya indah!

Takiran bunga setaman ditarok di sudut-sudut rumah, lalu diasapi asap kemenyan di atasnya, diputar-putar di atasnya, paling sedikit 3 kali putaran. Sambil komat-komait berdoa, supaya dedemit penunggu rumah tidak usil atau iseng mengganggu penghuni rumah semuah. Persis ritual di gereja Katolik yang membawa wadahnya dari logam dengan rantai yang digoyang-goyangkan begitu lho!

Kalau malem Jumat Kliwon, mesti ada tambahan ekstra sesajen berupa lisong (sejenis serutu ala ndeso) + kupi pahit segelas belimbing, cukup satu saja untuk ditarok di deket dapur untuk demit lanag (lelaki) dan perlengkapan sirih, pinang, kapur lengkap dengan susur tembakonya untuk sekapur sirih bagi demit wadon (perempuan).

Biasanya ritual menebar sesajen takiran bebungaan, dan lisong kupi + sekapur sirih itu dimulai menjelang maghrib - entah mengapa katanya itulah saat sang penunggu rumah balik dari keluyuran entah nyari apa.

Jadi, kalau malem Jumat begini, dulu sih rumah-rumah dan toko-toko di Cirebon, kalau sore menjelang maghrib penuh dengan asep beraroma kemenyan. Kalau ada yang lupa, biasanya akan diingatkan oleh penjaja bunga setaman yang keliling pada Kemis pagi-siang hari secara door-to-door. Tak lupa biasanya mereka sudah bawa pula lisong, tungku cadangan dan kemenyannya. termasuk daun sirih + perlengkapan menginang sekapur sirih itu tadi.

Kalau sampai berani sengaja tidak ukup-ukup pada malem Jumat, tahu rasa sendiri dah akibatnya, jeh!

Saya tahu persis hal ini, sebab saya suka menggantikan peran si mbok asisten mamah saya, the manager in chief for that very particular ritual, yang kadang sibuk mengurus adik-adik saya yang minta mandi dan makan. Saya yang suka iseng mengikuti dia menebar asap kemenyan, jadi sedikit banyak mengerti tata-cara yang baik dan benar untuk menjalankan ritual tsb., termasuk apa yang mesti dikomat-kamitkan doanya, dan lantas dianggap lulus walau tanpa sertifikat, lantas diangkat jadi deputy manager, sebagai back up kalau-kalau si chief berhalangan toh.

Lama kemudian, tradisi ritual berukup-ukup ini menghilang dengan sendirinya, seiring dengan kemajuan jaman, apalagi jaman sudah jaman milunyium dan aiti [IT] begini ya? Kalau anda masih saja percaya dengan ritual ukup-ukup begitu, bisa-bisa anda akan dinominasikan menjadi calon kuat penghuni museum sejarah hidup bagian ritual animisme tuh ya. Mau?

Anda pernah berukup-ukup juga tah?










PS: Gambar, seperti biasa, diambil dari MS Office ClipArt media file.



IT'S WORLD TIME: