October 07, 2010

Manner - Denda Bayar Di Muka.

Minggu lalu kondangan di Bandung, ie-ie (adik mama) jauh - get conneceted via nenek saya, mantu. Pas makan-makan-nya, ketemu ama engku (koko-nya ie-ie yang mantu) dan engkim-nya. Sambil menunggu kedatangan penganten, kami ngariung di meja bunder ngobrol. Ternyata si engkim masih keponakan teman sekelas saya dulu ketika SMA, di Cirebon, namanya ST.

Kontan ingatan saya 'back to the future', eh, to the past.....ding!

ST dulu cukup bandel dan susah bangun pagi. Walau rumahnya dekat ama sekolah, sering sekali dia terlambat tiba di sekolah.

Pernah suatu kali, suster kepala sekolah kami, Suster Gaudentia, asal Jerman, bermaksud menerapkan disiplin. Jadi beliau membuat aturan denda bagi yang terlambat datang. Saya lupa persisnya berapa besarnya denda itu, kalau gak salah sih sekitar Rp 100.-

Sekali waktu, teman saya, ST datang terlambat. Jadi dia mesti datang ke kantor suster minta surat ijin masuk kelas. Sesuai peraturan, dia mesti bayar denda karena terlambat.

Dia serahkan selembar uang Rp 500-an, oleh tata usaha dibuatkan tanda terima dan dikasih kembalian.

ST bilang tak usah dikembalikan.

Suster yang masih ada di dekat situ, sedang menuliskan formulir ijin masuk kelas, merasa heran.

"Bukankah dendanya cuma Rp 100 dan uang kamu Rp 500?"

"Ndak apa, suster. Saya bayar sekaligus buat besok saya terlambat lagi."

Sang suster cuma mesem, geleng-geleng kepala dan memberikan surat ijin masuk kelas.

Saya ndak tahu, apakah kebiasaan ST terlambat masuk kelas dulu itu diteruskan oleh anak-anaknya ndak ya. Saya ndak sempat bertanya kepada keponakannya, keburu pengantennya sudah datang dan acara makan-makan segera dimulai sih, jeh!

Kapan-kapan saya tanyakan deh ya.


IT'S WORLD TIME: