June 24, 2010

June Trip (1) - Maksud Hati Berangkat Subuh, Apa Daya Bangunnya Kesiangan, jeh!

Saya bersyukur sekali, kali ini diberkahi 'waktu' untuk bikin trip. Berturut-turut, May bersama The Tomb Hunter, June ini bersama nyonyah dan si Dede. Kebetulan ajah karena April itu rumah kami laku terjual dengan baik dan benar, jadi ada sisa 'waktu' sedikit buat membiayai perjalanan ini.

Sudah set waktu alarm bangun pukul 04:00 subuh, Jumat 11 Juni 2010. Saya langsung siap-siap, baru membangunkan nyonyah. Agak molor dikit baru dia mandi dan siap-siap. Bangunkan Dede agak susah. Akhirnya baru berangkat sekitar pukul 06:30

Isi bensin bentar, lalu berputar di Pejompongan dan bablas masuk tol di depan Kehutanan, bablas tol-to-tol sampe Cikampek. Perjalanan enak, tanpa macet. Jalanan juga bagus, lalu lintas ramai terkendali.

Lajur sepanjang pantura mulai keluar Cikampek menuju Cirebon, umumnya sudah dibagi dua, dipisahkan dengan kanstin (cansteen?) untuk arah ke Cirebon dan sebaliknya, masing-masing dua lajur. Yang unik, ternyata bus dan truk jalan di sisi kanan dan kita menyalip dari kiri - berlawanan dengan aturan di jalan tol: mesti menyalip dari kanan.

Tidak ada apa-apa yang menarik dan aneh untuk dipotrek. Sekitar pukul 13:00-an tiba di Cirebon. Langsung maksibar di SGJB - Sega Jomblo, eh, Jamblang di Pelabuhan. Merasa sudah sering makan di sini, jadi gak potrek-potrek lagi. Eh, hari Minggu kapan itu, Kompas memuat cerita ttg SGJB ini, katanya di situ nasinya dibungkus daun jati - seingat saya sih kagak. Mereka justru dikenal dengan nasi yang tetep hangat - dimasaknya secara akel pake 'cone' dari anyaman bambu supaya lebih pulen, wadahnya pake bakul besar, piringnya ajah yang dialasi daun jati, jeh!

Mungkin cuma untuk konsumsi wartawan sajah mereka bungkus dulu nasinya pakai godong jati - otentik SGJB sejak jaman dahulu kala itu. Lihat ajah foto di samping, jelas-jelas nasinya tarok di bakul dan ada piring beralas daun jati di sampingnya ya.

Selesai makan kami jemput adik saya yang tinggal di Pasar Kanoman. Kami jajan tahu gejrot dan es duren di 'food street' pertigaan Pecinan-Kanoman-Lemah Wungkuk, persis di depan Toko Manisan Sinta yang sudah terkenal itu. Si Dede menikmati sekali tahu gejrot otentik Cirebon ini, apalagi es duren-nya. Duren is always her favorit fruit, jeh! ***Tapi ketika pulangnya kembali dari Purwokerto, sehabis makan kambing bakar Zam-zam, dia gak berani makan es durennya.Takut jerawatan katanya tuh!***

Selesai makan tahu gejrot kami langsung menuju ke Kuningan. Ketemu ama ie-ie (tante) - masih keponakan nenek saya, mamahnya adalah adik sepupu nenek saya, jadi walau kami sepantaran, dia menang generasinya. Kami sudah janjian untuk mendiskusikan silsilah keluarganya yang belum nampak link-nya dengan nenek saya. Saya mendapat satu buku ttg silsilah keluarga mereka, sayang ndak ketemu dengan penyusunnya (koko-nya) yang sedang ke Tasikmalaya.

Dapat oleh-oleh seember besar tape ketan berbungkus daun jambu isi 100 bungkus! Lantas beli laghi beberapa dus tape ketan yang sama, isi 50 bungkus untuk oleh-oleh teman-teman di Semarang dan Yogyakarta nanti. Tape ketan berbungkus daun jambu, sehingga ketannya berwarna hijau samar-samar, memang sudah lama menjadi produk khas Kuningan. Di samping Jeniper - Jeruk Nipis Peres.

Sore-nya ke Trusmi, antar nyonyah cari-cari batik khas Cerebonan. Ternyata katanya ada juga batik Pekalongan dijual di sana. Later on, ketika di Pekalongan, mereka jual juga batik Cerebonan. Bingung gak coba kalau sudah begitu?

Oleh-oleh yang saya siapkan, kerupuk segede gajah langsung dibagi-bagi: mulai dari temen-temen MP merangkap temen alumni, juga kakak misan nyonyah dan engku saya. Juga tanaman pohon kari, pohon kawista, dibagi-bagi di Kuningan. Barter ama Kuping Gajah berbulu ala beludru dengan koleksi ie-ie saya itu.













Malamnya kami ajak keluarga koko misan nyonyah makan SGLK - Sega Lengko favorit saya: di pinggir kali Kalibaru depan Cirebon Theater - sekarang pindah di depannya, persis di pinggir kali. Baca cerita sebelumnya di sini. Tempat lamanya di samping theater, sudah dibeli oleh Mang Mul(?) yang sukses besar dengan usaha seafood-nya, jadi gak ada tempat bagi saudagar gurem macam si penjaja SGLK dengan partner-nya: tukang sate kambing gurem juga.

Apa boleh buat, mesti ngalah ama pemodal kuat ya?

IT'S WORLD TIME: