June 24, 2010

Mana Yang (Paling) Enak Nih, Ya?

Meski tujuan utama trip Juni kemaren itu adalah antar nyonyah ziarah ke gua-gua Maria, tentu saja tak lupa saya makan-makan sing enak-enak, jeh!

Kalau Cirebon, saya sudah tahu mau makan apa dan di mana. Yang enak-enak tentunya. Tapi kota-kota lain? Banyak yang saya tidak tahu lagi sebab sudah lama tidak menyambanginya.

Di Pekalongan saya 'nemu' lontong gule yang dijual pake gerobak. Katanya khas Pekalongan asli. Isinya kebanyakan 'sisa-sisa' bagian dari sapi(?): kikil, koyor, babat, iso. Namanya gule, tapi gak mirip gule yang seumumnya berkuah santan kuning-oranye banjir gitu. Lontong diiris-iris, ditarok piring, lalu disiram kuah panas dulu, dikembalikan kuahnya, tarok bahan yang anda pilih setelah diiris-iris, baru dikasih sedikit kuah yang ada di panci. Disiram cabe yang dibuat dari rawit ulek dadak yang disiram kecap.

Yang unik tentu di Sokaraja. Sepanjang jalan utama Sokaraja, anda akan di'sapa' oleh banyak sekali billboard gede yang menawarkan 'getuk goreng' dan 'soto'. Getuk gorengnya, didominasi oleh merek Asli H. Tohirin, ada yang pake nomer, 1, 2, 3, 4 dan ada yang polos tanpa nomer. Tapi hampir semuanya pake merek 'Asli H. Tohirin'. Sotonya, semua pakai merek 'Soto Lama', dengan embel-embel nama pemilik kedai di bawahnya, dengan huruf lebih kecil.

Sebagai orang awam, orang asing yang bukan warga Sokaraja, tentu anda akan bingung mau mampir di kedai yang mana. Begitu banyak kedai, nama-nya sama semua dan juwalannya sama. Mana yang enak nih?

Daripada bingung, saya sih berhenti di tempat yang paling enak dan pas bisa berhenti. Toh saya belum pernah makan soto Sokaraja sebelumnya. Dulu sih pernah, kayaknya itu sudah sekitar 10 tahun yang lalu, sudah lupa preferensi-nya 'soto Sokaraja' yang enak itu mesti yang bagaimana.

Saya rasa, memori kita saja yang membuat satu makanan itu enak atau tidak. Karena memori kita menyimpan 'database' makanan enak yang kita kenal ketika kecil, dimakan terus-menerus, diperkenalkan oleh orang terdekat kita. Misal, kecap. Karena kita sudah punya database sebagai pembanding di memori kita, maka kalau ada makanan baru yang sejenis, kita mestilah membandingkannya dengan yang ada di database kita.
Kalau beda, karena kurang asin, atau kemanisan, atau gak gurih, seperti yang dicatat memori kita, maka makanan yang sejenis itu dianggapnya tidak enak.

It's only a matter of memory 'game', after all. Ya ndak?

Jadi, kalau kita belum pernah makan satu makanan tertentu, di daerah baru, menu baru, kayaknya kita ndak punya pembanding. Database kita masih belum punya referensi. - kayak tabula rasa - empty blank sheet. Ya sudah. Gak usah repot, makan ajah yang anda temui. Mestinya itu akan menjadi makanan enak, bahkan mungkin jadi referensi yang menjadi database oleh memori kita untuk masa yang akan datang.

Alhasil, saya cukup menikmati soto Sokaraja sebagai sarapan pagi itu, menjelang saya menuju Kaliori - ada satu Gua Maria yang kami kunjungi, itu gua ke-9 yang kami kunjungi dalam trip minggu lalu. Mungkin saja itu 'soto lama' bukan yang 'asli', bukan yang terenak - dibandingkan puluhan kedai soto yang ada di Sokaraja. Tapi karena memori saya masih 'polos', ya ndak jadi masalah juga sih.

So, kapan anda mau makan sega Jamblang di Pelabuhan Cirebon itu? Yang dimuat di Kompas Minggu pagi ini, tapi biasanya sih di situ nasinya gak dibungkus pake daun jati. Nasinya diciduk dari wadah nasi yang selalu hangat. Entahlah, kalau kemudian mereka pakai daun jati demi konsumsi pembaca semata ya.


Anda soka soto Sokaraja?

IT'S WORLD TIME: