December 26, 2010

Marketing - Konsep BBMA - Bagi Balon Mancing Anak.

Kalau ingat promo resto, saya suka ingat ama Mr. Manny - seorang expat yang dikirim dari pusat, California, USA, untuk menangani resto fast food CFC dulu di Jakarta.

Sebagai pemain baru, sesudah KFC dan TFC, kami mengadakan promo, sebagai kegiatan untuk lebih mendekatkan diri dengan konsumen, dengan cara membagi-bagikan balon bertangkai, berlogo dan nama CFC, kepada anak-anak yang datang bersama orangtuanya. Jurus yang efektip, mengingat anak-anak mestilah ditemani orangtuanya, dan umumnya mereka akhirnya makan di tempat juga. Tentu saja anak-anak suka sekali, waktu itu, sekitar tahun 1985-an, belum musim games elektronik, apalagi internet tuh, jeh!

Karena membagikannya pas hari libur dan hari Minggu, Mr. Manny yang mesti keliling mengecek dapur resto - dia memang bagian dapur, merasa repot sekali mesti membagi tugas kepada anak buahnya, sebagian kasir diperbantukan untuk membagikan balon. Padahal pelanggan banyak berdatangan, antri untuk bayar, dan anak-anak mereka pada ribut minta balon-nya.

Mabok dia menghadapi hal itu, antrian jadi panjang, membludak keluar dari area antri di dalam resto, waktu itu baru buka cabang di GMP - Gajah Mada Plaza, yang sekarang tempatnya jadi McD kalau gak salah - atau sudah jadi si TJ tuh? Mengalahkan KFC yang berlokasi di lantai 2 atau 3 GMP juga.

Jadi, pas meeting mingguan, Mr. Manny komplain keras di depan forum, terutama ngadu ke boss bahwa bagian promosi dan marketing - waktu itu saya yang jaga pos itu, bisanya cuma merepotkan saja. Hari Minggu sudah rame pengunjung, ngapain mesti bagi-bagi balon lagi? Merepotkan saja tuh!

Si boss dan saya cuma senyum, kebetulan saya memang koordinasi dengan boss langsung untuk masalah promo. Dengan enteng saya tanya balik: kalau pas sepi, balon-nya mau diberikan kepada siapa?

Mr. Manny mau berdebat lagi, tapi keburu seluruh forum tertawa, sebab analisanya sungguh mencerminkan ketidak-mengertian-nya akan arti promo. Jadi, cep-klakep meneng bae-lah dia, diam sejuta kata seribu basa. Walau tak mengerti basa-nya, dia juga mafhum bahwa mereka semua mentertawakan dirinya atuh, euy!

Belakangan, saya baru tahu - berdasarkan konsep ADD -Analisa Duga-Dugaan.

Ternyata, kebanyakan (tidak semua lho!) expat yang dikirim ke Indonesia, adalah mereka yang baru 'lulus' atau hendak diuji ulang kelaikannya. Banyakan sih mereka lebih memilih mengirim yang masih culun bin blo'on. Sebab yang pinter-pinter sih tentu sayang di'buang' ke Jakarta. Mending juga dimanfaatkan di negara sendiri, mencari profit lebih gede lagi toh?

Lagipula, yang pinter mah mana mau dikirim ke negara entah-berantah di mana lokasinya (di mata mereka) ini. Kalau pun mau, mestilah 'berat di ongkos' - minta fasilitas dan gaji lebih gede, sebagai kompensasi 'dibuang' ke negeri nun sangat jauh di mato 'kan?

Beberapa kali bekerja bagi perusahaan yang mesti menggaji expat, entah Amrik, Oz atau pun Nihon-jin, Filipino, or Singaporean, baru saya bisa menarik kesimpulan asal-asalan berdasarkan konsep ADD ini - perlu studi lebih lanjut, tentunya, kalau mau memperoleh data yang lebih sahih dan bikin feasibility study dalam bidang ini sih ya.

Anda mau sponsorin 'studi banding' macam gini tah?

IT'S WORLD TIME: