December 12, 2010

BT vs BB vs BM.

Di milis sebelah, ada TM (temen milis) yang curhat ttg gaya penjual rumah yang 'mencurigakan' dilanjut oleh TM lain yang merespon ttg broker yang (juga) mencurigakan. Jadi saya akhirnya terpancing buat ikut cuap-cuap nih....

Katanya, dalam dunia perbokeran, eh, perbrokeran, ada istilah BT - Broker Tradisionil, ini istilah yang dibuat oleh para 'property agent' yang pake PT - perseroan terbates, ada (papan) namanya, ada lisensinya, afiliasi ke properti agent nginternasional.

Jadi, semua yang tidak pake afiliasi, apalagi kagak punya PT - rekeningnya jadi pribadi, dianggap BT - coba ya, bete gak sih kalau anda dikasih predikat BT gitu ya? Jadi, kalau gitu, yang punya lisensi bolehlah kita kasih predikat BB - Broker Berlisensi(?).

Apa bedanya?

Yah..... secara prinsipil dan basically sih gak beda-beda amat dalam menjalankan bisnisnya, sama-sama broker oge tuh. Yakni menjadi broker (kalau disebut calo ntar pada marah pula tuh!) aka perantara antara penjual dengan pembeli.

Mana yang baik dan benar?

Tergantung pada cantolannya, eh, pada individu-nya masing-masing ajah sih. Juga tergantung keperawanan, eh, kepercayaan anda ajah. Kan hukumnya sudah jelas:kalau ragu ya just ignore or delete aza, jeh!

Yang BT gak punya PT bisa ajah bekerja dengan profesional, calon penjual dicek dulu surat-suratnya (kalau bodong ya dilupakan) diminta kelengkapan suratnya(IMB, SPJB, dll), dicek harganya ketinggian atau kerendahan, dicek fisik apa bener rumahnya, lokasinya, dll.

Calon pembeli diantar melihat-lihat rumahnya, dikasih tahu plus-minus lokasinya, keadaan rumahnya. Menjadi penengah antara pembeli vs penjual kalau-kalau ada dispute, dua-duanya sama-sama dilindungi kepentingannya. Kalau terjadi transaksi, dibantu urusan notarisnya, bahkan ada juga yang kasih ekstra servis mencarikan bank kalau anda perlu KPR.

Yang BB? Halah, namanya juga manusia, ada yang BB - baik & bener, ada juga yang GBS - gak baik & salah.

Ada BB yang menekan harga yang diminta pembeli, serendah mungkin, lalu kalau ada yang tertarik dan kasih tanda jadi (sudah positip toh), seolah dia yang beli - lantas dijual dengan harga tinggi-tinggi kepada prospeknya - bisa sajah kejadian, walau mungkin umumnya gak begitu ya. Tapi itu dulu, sekarang mah boro-boro mau buntung kalau begitu, bisa-bisa tekor mbayar pajak bulak-balik tuh!

Dari pengalaman saya beli-jual tanah dan rumah, pertama kali beli tanah, broker-nya belerot. Sampai bingung sebenernya tu tanah 'milik' siapa, istilahnya'milik' itu listing pertama pemilik kepada BB yang mana. Lha, akhirnya ada agent yang curhat, dia cuma kebagian sedikit sekali, padahal dia yang 'kenal' saya.

Katanya ada aturan khusus untuk broker berbagi fee (split commission) begitu, tapi, sorry, kalau BT gak masuk itungan, dikasih alakadarnya ajah sudah kudu kamsiah - thank you, euy!

Namanya 'listing' (waktu kita jadi penjual nih) ada ekskulsip dan non eksklusip- maunya BB sih eksklusip (aneh istilahnya: eks = keluar, terbuka, tapi mereka maunya 'tertutup', cuma dia seorang), teorinya sih canggih tenan: katanya nanti diiklankan (di kaca jendela kantornya), juga melalui media (mbayar dhewe), dilisting di buletinnya, tapi lantas bilang juga harganya koq ketinggian, ditakut-takuti bahwa SPJB bikin harga jadi rendah, pajak-nya mesti begini, begitu. Belum bayar PBB - wah... pembeli pasti gak mau dah. Ditunggu sampai 2 tahun gak payu-payu, setiap ditanya cuma bilang harganya kemahalan, sampai saya merasa 'minder' dhewe dan harga terus diturunkan tuh!

Lha, saya akhirnya jual dhewe via BT amatir (bukan profesi-nya) yang kenal ama calon pembeli, semuanya gak ada masalah, harga sesuai permintaan sejak awal. Semuanya bisa diatur, pembeli juga gak cek and ricek surat-surat, cuma cek fisik, akhirnya lancar-lancar ajah. Pembeli lihat, survei, minta second opinion ama anak-anak dan sodara-sodaranya, beres. PBB dan IPL dibayar belakangan, sesudah uang dibayarkan dan pembeli minta masuk rumah.

Sementara sebelumnya para agen BB datang dan pergi silih berganti, bawa'prospek' yang aneka macam: ada yang ngomel-ngomel kenapa tangganya dibikin begini, kenapa kamarnya di sini (aneh, tapi nyata ya?), ada juga yang cuma survei dan diakhiri dengan maksibar (pas jam-nya sih) rame-rame sekampung, ada teteh, bibi, paman, keponakan, ada backpacker kumplit dengan gandengan 'cewek eksotis'nya juga pernah dibawa lihat-lihat, bukannya under estimate ttg kemampuan finasialnya (back packer mau stay mapan - atau cuma mengharap 'test drive'doang?), kesannya koq tu broker asal bawa prospek ajah kejer target visit ya?

Ya sudah. Memang BSD begitu gede lahan-nya, katanya antara 6.000-8.000 hektar, jelas menarik sekali bagi prospek pembeli dan tentu saja para broker properti. Sampai-sampai ada 2-3 pemegang lisensi yang sama di radius seputaran BSD ajah, mereka jadi saling bersaing dhewe - tapi ya, tetep ajah kompak dalam hal komisi atawa fee mah atuh, euy!

Lha, BM itu apa?

O, itu lho, Broker Malu-malu (cenderung malu-maluin), yang ini istilah gawean saya dhewe. Yakni orang yang merasa gengsi jadi BT, jadi ngaku-nya pembeli biasa, gak mau anda tahu kalau do'i tuh BT, padahal mah dia teh BTP - broker tulen profesional sangat - nyari untung-na teh gede pisan, jeh!

Caranya, ya itu tadi, dia cari prospek serius, lalu bertindak serius jadi prospek pembeli ke anda, bawa orang sekampung sebagai alibi bahwa dia orang bener-bener seurius (nanti saling bilang, seolah sudah positip mau mbayar tanda jadi), datangnya deket-deket jam makan siang ajah, mayan kalau yang punya rumah ngajak maksibar toh?

Yah begitulah namanya bisnis, her name is also effort sih ya?

IT'S WORLD TIME: