November 02, 2010

Nostalgila - Menikmati Merapi Ketemu Kuncen(?)

Merapi meledug (lagi), wedhus gembel-nya kali ini makan kurban (lagi), bahkan kuncen-nya ikut di'kurban'kan. Peringatan dari petugas bagian pemantau gunung berapi nampaknya 'kalah wibawa' dibanding arahan sang kuncen, jadi kurban jiwa tak terelakkan lagi.

Relatip jumlah kurban-nya sih 'kecil' (36 jiwa) dibanding kurban tsunami di Mentawai (250-an), tapi, jiwa manusia bukanlah cuma sekedar angka toh? Belum lagi 250-an sapi perah yang konon kreditnya belum lunas ikut jadi kurban sia-sia, dan 3.000 ekor lagi menunggu ajal karena tidak ada makanan di atas sana.


Saya ndak tahu persis, apakah memang penduduk sudah mengabaikan peringatan dini dari pengawas (apa sih nama resminya ya?) yang rutin memantau dan sudah kasih kode: waspada, siaga, awas - disesuaikan dengan tingkat bahayanya, atau mereka tidak memahami maksud kode-kode tsb., atau memang mereka lebih manut dan percaya kepada sang kuncen?

Pokoknya, kalau sang kuncen masih bertahan di deket puncak-nya, dianggapnya aman-aman saja, sang Merapi tidak akan 'memakan' anak-anaknya sendiri, walau 'batuk-batuk'nya makin kenceng dan keras bergemuruh suaranya, diiringi uap panas yang dilunakkan oleh sebutan 'wedhus gembel' yang terkesang jinak-jinak merpati sangat. Coba ajah, wedhus = domba tak berdosa, tak ganas dan cumalah herbivora, dibanding macan lapar, misalnya, jeh!

Jangan-jangan, pemakaian bahasa yang dibuat halusinasi (perhalusan) itulah yang bikin 'misleading' penduduk, mereka merasa akrab dan dekat dengan sang Merapi - sang gunung cuma 'batuk'batuk' dan mengeluarkan 'wedhus gembe' yang tidak berbahaya samsek, sehingga ndak mungkin Merapi mau dan rela dan tega 'memakan' mereka dong!

Saya jadi ingat jaman kuliah dulu.

Pernah saya diajak bolos oleh 'dosen' boso Jowo saya. Di suatu pagi yang cerah, udara mayan sejuk di musim hujan yang masih teratur dulu itu, saya diajak naek angkutan bus ke Kaliurang, lalu diajak terus jalan menuju lereng Merapi.

Sambil jalan, sambil belajar boso Jowo. Jalan-jalan terus, ditimpa udara yang makin sejuk, ndak terasa tibalah kami di 'pelawangan' (dalam bsa urang Sunda: pengilon) - tempat di deket puncak Merapi untuk memandang ke arah puncaknya. Deket-nya tentu saja relatip, dibanding dengan jarak Jakarta-Yogyakarta, tentu saja 'spot' pelawangan itu sudah deket atuh, euy!

Tempat itu agak terbuka, mengarah langsung ke puncak gunung. Ada pepohonan cukup rimbun untuk kami duduk-duduk berteduh, sambil belajar bareng dan maksibar tentu, walau jaman itu belum musim istilah 'maksibar' (makan siang bareng), tapi ya pas jam makan siang, pas kami laper, ya makan siang bareng - bekel nasi gudeg bungkus godong gedang yang dibawa dari bawah.

Waktu asyik-asyiknya kami maksibar, nasi gudeg pake gending ayam dan telur pindang dan sambel goreng krecek - dengan cengek layu termasak warna merah-kuning-ijo yang gemuk, di bawah rerimbunan pohon, deket semak-semak di tepi jurang yang cukup landai, sunyi-sepi ditemani semilirnya angin gunung yang sejuk, cuma kami berdua saja, tiba-tiba saja, tanpa kami ketahui dari mana datangnya, muncullah seorang kakek tua (tentu, mana ada kakek muda toh?) yang agak kurus, berpeci, ning masih cukup sehat dan gagah jalannya, menyapa kami, dalam boso Jowo, tentu!

Dosen saya yang asli Yogya lantas berboso Jowo yang halus dengan sang kakek, entah apa yang dibicarakan. Yang jelas, rupanya dosen saya menawarkan maksibar - jadilah 2 porsi gudeg kami makan bertiga.

Selesai makan dan minum (bawa botol air, belum musim ADK - Air Dalam Kemasan), sang kakek pamit untuk meneruskan 'tugas'nya, katanya. Dan, seperti juga waktu datangnya tidak diketahui dari mana, begitu pun ketika beliau berlalu - begitu saja ndak tahu ke arah mana. Menghilang begitu saja, tanpa jejak, tanpa suara.

Dosen saya bilang, beliau adalah 'penjaga' atawa sang kuncen gunung tsb. Saya ndak tahu persis siapa nama beliau, sebab dosen saya juga belum sempat bertanya, dan beliau makan cuma sekepal dua saja nasi gudeg yang kami berikan.

Baguslah waktu itu sang Merapi ndak sedang batuk-batuk ya?

IT'S WORLD TIME: