November 05, 2010

Sayang Perut or Sayang Makanan?

Orangtua jaman dulu, suka bilang jangan boros dan men-sia-sia-kan makanan di piring, khususnya nasi. Juga hargai petani yang sudah bersusah payah menanam padi untuk dibuat jadi beras dan kemudian jadi nasi bagi kita. Yang pada intinta sih, kalau sudah tarok nasi + lauk-pauk di piring anda, anda mestilah menghabiskan makanan tsb., tak bersisa, walau sekedar cuma hanyalah sebutir doang nasinya, jeh!

Mungkin anda pernah dengar juga bahwa sang nasi akan menangis kalau anda tidak habiskan mereka yang sudah terlanjur anda tarok di piring - ini juga trik orangtua untuk membiasakan kita menghabiskan makanan yang sudah ada di piring kita.

Benarkah 'prinsip' orangtua kita begitu?

Ada benernya. Karena anjuran seperti itu mendidik kita untuk tidak boros, tidak membuat sesuatu sia-sia. Kalau memang tidak bisa menghabiskan sepiring munjung nasi-nya, ya sejak semulajadi jangan ambil banyak-banyak nasi-nya dong ya.

Bagaimana kalau sudah terlanjur ada di piring? Ya, jangan dipaksakan atuh, euy!

Saya baru sadar akan hal ini, ketika pernah suatu kali anak saya yang perempuan bilang: sayang perut atau sayang nasi, ketika dia ditegur soal nasinya yang masih bersisa di piring ketika kami makan di satu resto - biasanya nasi sudah ditarok seporsi, bukan atas permintaan kita.

Benar. Kalau sudah 'kenyang', tentu tidak apa-apa kita menyisakan makanan - dengan sangat terpaksa. Daripada asupan makanan tsb menjadi 'ganjelan' bagi tubuh kita, perut kita. Mestinya lebih sayang perut (dan tubuh) kita dari sesuap dua nasi yang tidak lagi bisa kita habiskan toh?

Lagipula, terlalu banyak karbohidrat (kandungan utama nasi) ternyata sekarang terbukti tak biuk juga bagi tubuh kita. Terlebih lagi bagi para diabetasi aka penyandang diabetes.

Dan, kemudian lagi, diet sehat bagi sesiapa saja katanya juga menganjurkan untuk mengurangi asupan karbohidrat - tidak melulu nasi, tapi juga sumber karbohidrat lain seperti roti tawar putih, ubi-ubian dengan GI (Glicemic Index) tinggi, juga... gula!


Akan halnya bagi para diabetasi, ada juga yang lantas begitu 'phobia'nya ama karbohidrat, tapi tidak bisa makan tanpa nasi, sampai-sampai memaksakan diri berdiet makan nasi dengan aneka nasi yang susah dicari - beras basmati, misalnya.

Sebenernya sih, para diabetasi itu tetap saja memerlukan karbohidrat untuk tubuhnya. Hanya saja, karena ada 'gangguan teknis' yang menyebabkan tubuhnya tidak bisa mengontrol kadar gula darah, maka mesti dibantu dengan cara mengontrol asupan karbohidrat-nya. Bukan berarti lantas tidak makan nasi sama sekali, toh bisa saja anda makan lontong, ketupat sebagai gantinya - eh, sama ajah ya?

So, mari sayangi perut dan makanan kita, jeh!

IT'S WORLD TIME: