April 30, 2010

Kecap dan Sambel - Pemoles Citarasa Masakan.

Promo D'cost Diskon Sesuai Umur yang berakhir sampai 31 Maret 2010 lalu, membuat saya menyambangi 3 cabang mereka: Puri Indah, Cikokol dan Menteng Huis - belakangan ternyata yang di Thamrin City(?) juga ikut dalam promosi tsb. tapi koq di brosur cuma nyebut 3 cabang saja ya.

Ditambah 1 cabang di BSD, jadinya saya sudah coba di 4 cabang mereka. Mau gak mau, saya jadi menyanding-bandingkan sambel terasi mereka.

Dulu, semasa saya kecil, masih tinggal di Cirebon, belum doyan sambel, saya selalu menambahkan masakan apa saja dengan kecap, kalau-kalau masakan itu terasa kurang mantap. Sampai akhirnya, mantap-tak-mantap, saya jadi terbiasa makan pakai kecap. Kalau gak ada lauk, cukup pakai kecap saja makan nasinya tuh! Eh, tapi lebih sedep pake kerupuk, kecapnya dikasih cabe dan btambang. Kalau ada empal, lebih mantap pula, jeh!

Kecapnya di Cirebon itu mestilah kecap encer - masih dibuat dengan memakai bahan kedele item asli, pilihannya adalah Cap Matahari, Cap Banteng dan Cap Oedangsari. Dua merek terakhir biasa disebut sebagai 'kecap meja'. Kecap meja itu istilah untuk kecap yang layak ditarok di atas meja makan, sebagai cocolan berupa kecap cabe, atau untuk penyedap masakan yang sudah disajikan. Eman-eman kalau tarok di dapur, cuma jadi bahan penyedap yang ikutan digoreng atau dimasak.

Sekarang, saya jadi terbiasa makan sambel. Makan apa saja, terasa lebih sedep mantep kalau ada sambel terasinya. Makan di resto apa ajah, asal yang resto Indonesia, mestilah saya minta sambelnya barang seporsi dua. Lebih disuka tentu sambel dadak nguleg.

Di antara 4 cabang D'Cost, sambelnya yang cocok buat saya (mendingan) adalah yang di Cikokol dan Menteng Huis. Di kedua cabang ini mereka membuat sambelnya bukan gaya kering, agak nyemek, tapi bukan yang berminyak sangat karena digoreng ala di ayam goreng Ny. Suharti, misalnya.

Sebagai resto franchise ala D'Cost, saya cukup heran mendapati masakan mereka, juga sambelnya berbeda-beda rasanya satu sama lain. Padahal, katanya ciri khas franchise itu ya keseragamannya di semua cabang. Belum lagi bahwa tidak semua menu mereka sama. Sebagai contoh, di Puri Indah, mereka menyediakan kepiting bakar daun (dibungkus daun pisang, lalu dibakar - benernya sih ya gak beda ama pepes) dan cumi isi dipepes bakar juga, tapi di 3 cabang yang lain tidak ada.

Sambal terasi, walau kelihatannya sepele, bahkan ada resto yang menyediakan gratis, kayaknya sih cukup dominan bagi si resto. Saya pikir, adanya sambel terasi yang sedep mantep (mesti pakai terasi yang bagus, yang pas ngulegnya, gak jadi kering kayak sambel kemaren) bisa membuat tamu ingin datang lagi dan lagi.

Bukan saja bikin tamu ketagihan, tapi sebenernya juga sambel bisa 'memoles' masakan yang kurang sedep menjadi lebih sedep dan mantep. Lihat saja resto yang menunya memang serba sambel. Hampir bisa dipastikan orang tidak sempet lagi mempermasalahkan masakannya, karena yang dominan tercecap di lidah secara organoleptik adalah rasa pedasnya. Coba saja anda ingat-ingat, kapan anda terakhir makan penyet, entah ikan, ayam atau iga, apakah anda ingat rasa bahan pokoknya bagaimana?

Kalau saja resto masakan Indonesia mau lebih meriset sambelnya, dan bisa menemukan sambel terasi yang lebih sedep, lebih pas, bisa jadi akan menarik lebih banyak tamu yang datang lagi.

Bukankah di resto ala barat, di hotel-hotel misalnya, ada koki yang spesial di saus-nya tersendiri. Istilahnya Saucier - Sous Chef, mesti sekolah dan training khusus ttg aneka macam saus. Mereka begitu memperhatikan saus yang hendak disajikan sampai ada koki manager (kepala) yang begitu spesial ahli di pembuatan saus. Maklumlah, banyak menu masakan mereka yang disiram saus toh?

Anda mau jadi Sambel-chef tah?

IT'S WORLD TIME: