Suasananya masih dalam rangka Pasar Malam Muludan di alun-alun keraton Kanoman, Cirebon. Banyak bangunan stand-stand besar-kecil semi permanen terbuat dari rangka bambu dan dinding gribik aka gedhek, yakni anyaman dari bambu yang disayat tipis, beratap daun kelapa kering.
Ada banyak atraksi dan barang dagangan, keperluan rumah tangga dan makanan, dijual di sana.
Ada atraksi tong setan (arena dibuat mirip tong aka tahang kayu besar dengan bahan papan, berukuran besar dan tinggi (sekitar 5 meteran), berbentuk kerucut terbalik - tapi tidak lancip, dengan diameter sekitar 10 meter, untuk tempat orang naik sepeda motor (juga kayaknya pernah ada yang pakai sepeda) berjalan miring nyaris horizontal sesuai kelandaian papan tong memutar-mutar dari bawah ke atas, kemudian turun lagi dari atas ke bawah. Tanpa pengaman sama sekali! Penontonnya berdiri di atas dengan batas ujung papan, kalau tak salah, mengelilingi lingkaran diameter si tahang itu.
Yang utama tentu saja bola maut, sama seperti tong setan, hanya saja arenanya berbentuk bola, terbuat dari semacam kerangka kawat baja tebal, motor dan pengemudinya berputar-putar secara horizontal dan vertikal. Juga tanpa pengawaman. Bener-bener manantang maut tuh ya! Penontonnya duduk di kursi melingkari si bola, membentuk arena di bawah tenda kayak sirkus begitu, bolanya tertutup tenda.
Untuk anak-anak ada permainan karosel kuda-kuda komidi puter - tenaga pemutarnya adalah crew yang mesti mendorong-nya dengan berlari-lari, juga yang berputar vertikal dan 'ombak banyu' - untuk anak-anak remaja: berupa tempat duduk dari papan membentuk lingkaran, ditopang tali baja yang menyatu di poros tengah, lalu diputar dengan cara dilarikan oleh petugasnya, orang-orang duduk tanpa penahan di depannya, tangan berpengangan pada sandaran, dan si lingkaran berputar pada poros-nya secara bergelombang, mirik ombak begitulah, yang ini tentu permainan cukup maut bagi penumpangnya.
Makanan aneka rupa, dari donat 'kampung' dengan mesin dipajang secara terbuka, kue dolar (sejenis kue jepit datar tipis bertabur wijen), bolang-baling, cakwe, bola-bola aka onde-onde yang digoreng di depan mata kepala anda, juga tahu petis yang ukuran tahu-nya gede-gede, setidaknya segede telapak tangan orang dewasa.
Juga jangan lupa disebut brondong jagung yang memakai mesin pembuatnya segede brongsong keranjang babi terbuat dari besi berkawat kasa tebal untuk menampung brondong jagung-nya, dengan energi api dengan minyak tanah dipompa dulu, yang kalau matang akan mak mbledhug, bunyinya keras sangat mengagetkan anak-anak dan bayi itu, jeh!
Ada banyak permainan ketangkasan seperti memancing ikan-ikanan, menembak bebek-bebekan, melempar gelang, dan lain-lain permainan seperti biasanya ada di Bazaar itu.
Yang cukup menarik bagi saya adalah permainan Balap Kuda.
Ini biasanya disponsori oleh perusahaan tertentu. Biasanya sponsor langganan adalah Pabrik Obat Cap Kepala Kuda, makanya mereka memilih permainan Balap Kuda ini.
Permainan balap kuda itu terdiri dari beberapa 'ekor' kuda gepeng cukup besar, yang dipajang secara vertikal di dinding di ujung stand, ada sekitar 15-20 ekor kuda, terbuat dari kayu, pipih dengan nomor-nomornya. Lalu ada kotak-kotak bernomor 1 s/d 10 kalau tak salah di sampingnya, dari kiri ke kanan. Kuda itu bisa bergerak dengan cara ditarik, ada tali melintang horizontal sepanjang kotak-kotak itu.
Si kuda akan maju selangkah, kalau nomornya keluar dengan cara diundi. Lupa lagi cara mengundi nomornya. Anda boleh menebak kuda nomor berapa yang akan menjadi pemenang. Hadiahnya lumayan besar pada jaman itu: sepeda motor DKW kalau tak salah sebagai hadiah juara utama.
Hadiah lain-lain berupa handuk 'good morning' sebagai hadiah hiburan, atau setumpuk panci enamel, KBH - kuwali baja hitam, sepeda, petromax, dan lain-lain. Pemenang tentu saja yang kudanya sampai di garis finish paling dulu, dan ada hadiah untuk juara 2, 3, 4 dan 5, kalau tak salah. Biasanya, entah mengapa hadiah utama baru dimenangkan pada malam terakhir acara Muludan.
Disebut ala nJowo, sebab si pembaca nomor (duduk di depan, mengeluarkan nomor undian) yang keluar itu biasanya berlogat njowo yang sangat kental. Dia menyebutkan angkanya, lalu ada satu petugas khusus yang memindahkan posisi kuda dari kotak kiri ke kotak kanan, dengan menarik talinya, sesuai nomor kuda yang disebutkan si pembaca angka.
"Tiga-ne, Jo...." si pembaca meneriakkan angka yang keluar dengan keras lewat mic gede dengan tenaga listrik diesel, mungkin si penarik kuda bernama Bejo, lalu dia memindahkan kuda nomor-3 satu langkah, begitu seterusnya. Cara si pembaca nomor itu begitu seru dan hebohnya, tak kalah dengan penyiar BBC kalau melaporkan reportase siaran langsung jalannya pacuan kuda Derby di England sono, jeh!
Karena stand Kuda balap bersebelahan dengan penjaja brondong jagung dan bolang-baling, saya seringnya ya nonton permainan balap kuda ini.
Eh, ya, stand mereka biasanya berdekatan dengan warung-warung permanen berdinding tembok yang menjajakan limun, es sirup dan cemilan atau nasi rames di pinggir alun-alun. Ada banyak warung seperti ini berjejer di situ, yang biasanya sih pada hari-hari biasa cukup remang-remang, dengan atraksi 'live' show (dengan lampu 'disco' statis, atau paling mati-nyala bergantian, ber-bohlam warna-warni itu) berupa tarian dengan iringan musik OM - Orkes Melayu.
Eh, tadi anda nebak kuda nomor berapa ya?