Diberkahi kesempatan menyaksikan keteledoran ibu-ibu yang asyik kopdaran dan maksibar di Mang Engking [lihat posting sebelum ini], saya jadi ingat pernah juga saya 'teledor' terhadap anak saya yang sulung, si Koko.
Waktu itu, si Koko berusia sekitar 5 tahunan. Kami sekeluarga melancong ke Cirebon. Menginap di satu hotel sederhana dekat ruko tempat tinggal saya waktu kecil, yang waktu itu ditinggali oleh cici saya paling besar. Jaraknya sekitar 500 meter saja, sehingga kami cukup menyeberang jalan dan berjalan kaki ke rumah cici saya.
Karena sudah malam, nyonyah saya dan si Dede kembali ke hotel untuk tidur, sementara saya masih asyik ngobrol dengan satu tetangga teman masa kecil saya. Si Koko bermain dengan sepupunya (anak-anak cici saya) yang sepantaran dengannya, berlarian ke sana-ke mari di trotoir (kaki lima) dekat saya mengobrol di rumah sebelah.
Beberapa saat kemudian, jalan mulai sepi dari lalu lintas, toko-toko sudah pada tutup semua, saya tidak lagi melihat ketiga orang anak itu berlarian. Saya pikir si Koko ikut masuk ke rumah cici saya. Jadi saya masih meneruskan ngobrol sebentar. Setelah makin larut malamnya, saya pun pamit dan mengetuk pintu ruko tempat cici saya tinggal, hendak menjemput si Koko pulang ke hotel.
Terkejut sekali saya ketika keponakan saya bilang bahwa si Koko tidak bersama mereka di rumah. Sudah agak lama mereka pulang ke rumah dan tidak tahu lagi si Koko pergi ke mana, kata mereka.
Kemanakah gerangan si Koko?
Saya sempat panik, pergi ke mana si Koko? Tersesatkah? Diculik-kah? Atau jatuh entah di mana? Dibantu teman saya, cici saya dan 2 keponakan saya, kami cari dan panggil-panggil si Koko di dalam gang kecil dekat rumah, juga halaman rumah orang. Tidak ada. Ke resto 'meja panas' yang menjadi favorit kami makan, dekat situ, tidak ada juga. Resto-nya sudah tutup, jadi tidak mungkin si Koko ke situ.
Saya benar-benar panik sekali malam itu.
Setengah berlari, bergegas saya ke hotel memberitahu nyonyah. Di luar dugaan, ternyata si Koko sudah ada di kamar. Saya cukup merasa lemas, sebab untuk ke hotel itu tadi, si Koko mesti menyeberang jalan dan berjalan sendiri sekitar 500 meteran.
Setelah saya cukup tenang, saya tanya si Koko, bagaimana dia tahu letak hotel dan berani menyeberang jalan sendiri. Dengan enteng dia jawab, gampang, patokan hotel-nya ada di seberang merek Kodak (ada toko foto di seberang hotel waktu itu) - kami memang suka bermain tebak-tebakan logo merek yang kami temui di jalan. Juga sesudah rel kereta api - satu mainan favorit si Koko, yang ada di samping hotel Parahiangan tsb. Dan, ketika menyeberang juga dia tengok kanan, tengok kiri dulu, seperti diajarkan di sekolahnya.
Saya merasa lega sekali, mengingat si Koko dibesarkan di Jakarta yang penuh 'ancaman' ramainya lalu-lintas, keriuhan orang-orang berlalu lalang, dan kami dulu tinggal di jalan buntu yang relatip sepi dari lalu lintas dan jalan-nya pun kecil saja.
Selama ini, anak-anak selalu dibawah pengawasan kami agak ketat, mereka tidak pernah kami ijinkan main sendiri di luar bersama anak-anak tetangga - kami lebih suka mengajak mereka bermain di dalam rumah. Kalau ke luar rumah, pasti kami akan menggandeng mereka, bahkan kalau jalan-jalan di mall (si Koko pernah 'hilang' di pameran di JHCC ketika masih berumur sekitar 3-4 tahunan, sebab dia ngeloyor pergi jalan-jalan sendiri).
Cici saya bilang bahwa saya dan nyonyah over protektip terhadap anak-anak - saya pernah terkejut sekali ketika melihat keponakan saya (anak cici saya) naik-naik di satu tiang besi! Mungkin juga cici saya benar, tapi kalau sampai terjadi sesuatu (kecemplung kolam ikan, misalnya) yang tidak diinginkan, menyesal pun tidak ada gunanya toh?
Tapi, tetap saja saya merasa sudah ceroboh dan teledor karena tidak menyadari si Koko diam-diam pergi meninggalkan saya, karena dia bosan menunggui saya ngobrol dan dua sepupunya sudah capek bermain bersamanya dan mau tidur.
Anda pernah 'teledor' jugakah?