Waktu ke Temanggung kemaren itu, ngobrol-ngobrol dengan mami-nya OHT, tuan rumah yang saya inapi. Karena beliau masih get connected dengan nyonyah saya, maka kani cukup ber-enci (kakak) kepadanya, walau beliau sepantaran dengan mami mertua saya.
Beliau cerita bahwa pernah suatu kali beliau sakit di lutut, pas tengah malam, gak ada yang bisa dimintai bantuan. Untunglah ada Yunnan Baiyao Spray. Beliau semprotkan spray tsb ke lututnya, memang tidak berasa apa-apa, t hanya dingin karena siraman spray obatnya. Tapi, ternyata 'mandi' (manjur) juga, beskonya sudah terasa enak lagi lututnya.
Ingat akan hal ini, waktu mampir di toko obat keponakan saya di Solo, saya langsung ajah minta ketika keponakan saya, Aseng, biilang mereka ada stock-nya. Si Dede cuma terdiam, dan bertanya ketika sudah di mobil.
"Koq, enak ajah minta sebotol (kaleng) Yunnan Baiyao?"
Saya cuma tersenyum, bilang: "Itulah namanya sodara, kan dia manggil saya 'a-kiu' - oom, paman, jeh!" Si Dede cuma senyum diam saja, manggut-manggut.
Saya baru tahu kalau Yunnan Baiyao sudah ada bentuk sediaan spray yang praktis begitu. Dulu mereka cuma menerbitkan seri kapsul dalam blister, isi 20 kapsul + 1 butir pil kecil warna merah. Keterangannya, itu pil kecil cuma diminum kalau keadaan darurat sekali, sebagai pertolongan pertama. Untuk mengobati luka-luka luar berdarah-darah atau luka dalam, cukup minum kapsulnya.
Yunanan Baiyao dipercaya merupakan obat bekal TPR - Tentara Pembebas Rakyat maju perang di RRT. Dulu termasuk strictly classified dan tidak boleh dibawa keluar RRT. Lama-kelamaan aturan itu dicabut, Yunnan Baiyao berdear ke mana-mana, termasuk ke Indonesia. Saya selalu sedia di rumah, mulai jaman kapsulnya dibotolin, sampai pake blister. Selalu saya sedia, walau mesti dibuang kalau sudah expired dan diganti stock yang baru.
Saya ingat pernah sekali mesti menggunakan pil itu untuk keadaan gawat darurat. Pil-nya mesti digerus pakai pantat sendok tehg di atas sendok besar, lalu dituangi sesendok teh arak, baru diminumkan.
Setting lokasi di Pontianak. Saya masih bujangan. Setting waktu sekitar 1980-an, pas ketika ada kapal KMP - Kapal Motor Penumpang bernama Tampomas (kenapa nama-nama kapal suka pakai nama-nama gunung ya? Mungkinkah ini penyebab kapal-kapal suka tenggelam?) terbakar dan tenggelam di peraian sekitar Masalembu di laut sekitar Madura-Kalimantan.
Jadi, saya baru pindah kerja di Pontianak. Sebuah perusahaan distributor farmasi cabang dari Jakarta. Saya dikasih tempat tinggal di ruang di lantai 3 sebuah ruko di Jl. Tanjungpura, Gg. Hijaz, seberang mesjid. Lantai 1 untuk gudang, dan lantai 2 untuk kantor.
Karena bujangan, saya langganan makan (sudah ada ceritanya di sini) di satu resto. Menggaji asisten cuci-bebersih yang pulang sore hari. Sementara, saya dipinjami asisten muda sekitar 15 tahunan, amoi dari kampung yang bekerja di rumah sebelah. Si encim pemilik rumah sebelah, juga encek-nya baik kepada saya. Saya sering diajak maksibar atau pun sarapan di rumahnya, gratis.
Si encim dan si encek - entah apa kerjanya, lupa, berbadan kurus kering, kerempeng. Memang bawaan katanya, bukan karena kurang makan. Sebab mereka cukup makan dan tanpa beban. Sudah cukup lanjut usianya, mereka memungut 2 orang anak lelaki, satu masih SMP, satu masih SD, kemungkinan besar masih bersodara, mungkin anak keponakannya atau bagaimana. Keduanya tidak bisa berbasa Indonesia dengan baik dan benar, jadi selalu disisipi basa Tiociiu dan Guoyu (Mandarin) kalau berkomunikasi interaktip dengan saya dalam keseharainnya.
Pontianak jaman itu mesti punya sumur tadah hujan, air PAM juga cuma mengocor dari pagi sampai sore, kadang-kadang siang sudah berhenti. Sementara air sumurnya mestilah payau, sebab kondisi kota berada di atas (bekas) rawa-rawa dan dikelilingi rawa-rawa.
Rukonya masih sederhana, lantai loteng dari papan kayu belian - jenis kayu tenggelam yang tidak boleh keluar dari Kalimantan, katanya. Kamar mandi ada di lantai 1 dan 2, berada di bagian belakang ruko - bagian teras, dengan pintu tersendiri. Antara satu ruko dengan sebelahnya dibatasi dinding tipis, kami bisa saling menengok dan berbincang di teras loteng. Bisa bertukar makanan dan barang kalau perlu. Asisten rumah sebelah, kalau mau bebersih kamar tidur saya, suka juga lewat loteng belakang itu. Caranya merambat dengan berpegangan dan kakinya bertumpu pada tembok pembatas (langkan) teras.
Sekali waktu, mungkin karena siangnya ada yang buka keran tapi air tidak mengocor, lantas tidak dimatikan lagi kerannya. Malam-malam nenjelang dini hari, rupanya air PAM mengocor dengan deras, airnya meluap dan menggenangi kamar mandi, sampai keluar ke lantai teras. Rupanya si encim sebelah mendengar suara air deras dari keran di rumah saya, jadi dia berusaha menggedor-gedor tembok membangunkan saya.
Saya yang tertidur lelap tidak sadar.
Tahu-tahu paginya saya diberitahu bahwa encim sebelah - sudah anggap saya seperti anak sendiri, katanya semalam jatuh dari lantai 2 rumah, karena berusaha merambat ke kamar mandi ruko saya untuk mematikan keran air. Tentu saja saya kaget dan langsung bergegas ke sebelah.
Benar, si encim cengar-cengir kesakitan. Kedua tangan, siku, lutut dan kaki-nya sudah pada besot, bagus cuma luka permukaan. Sudah dikasih hYaogin (obat gosok dan oles luka tradisionil RRT juga), ada yang diperban. Pipinya luka-luka sedikit baret-baret.
Segera saja saya ke Pasar Barito mencari Yunnan Baiyao, naek Vespa inventaris kantor. Lalu saya kasih minum kapsulnya, dan saya gerus pil-nya sebagai tindakan berjaga-jaga. Si encim jatuh dari lantai 2, tingginya sekitar 3 meteran tuh. Tapi, kenapa kedua kaki dan tangan si encim, juga mukanya penuh baret-baret?
Hehehe..... syukurlah, atau untungnya(?) di belakang ruko itu ada bangunan rumah penduduk (kampung), cukup deket hampir menempel ruko. Bangunan kampung di Pontianak umumnya berdiri di atas rawa-rawa, jadi untuk masuk ke dalam kampungnya mesti melewati 'gertak' - semacam landasan papan yang biasa dibuat menjorok ke laut di pelabuhan itu, yang mengelilingi kampung seperti gang, tapi ini merupakan 'jembatan' di atas rawa. Dan bangunan rumahnya dibuat dari bilik (gedek) dengan atap sirap (bahan kayu, tipis).
Jadi, untunglah semalam ketika terjatuh, si encim cuma 'merosot' di antara dinding ruko dengan dinding bilik rtumah belakang. Itulah sebabnya beliau dapat banyak luka-luka beset-beset di permukaan saja. Jatuhnya pun ke dalam rawa dangkal, jadi tidak mencederai kakinya. Plus badannya yang kerempeng ceking tidak membebani kakinya, jadi selamatlah si encim karenanya, jeh!
So, skinny is good for you 'kan?