Sudah lama banget saya gak setir sendiri kelilingan Jawa. Terakhir itu tahun 1990-an. Jadi kemaren itu saya koq ya bener-bener tak tahu diri dan sotoi banget. Beraninya jalan naek mobil sendiri, setir sendiri bertiga nyonyah dan si Dede.
Daerah 'rambahan' perjalanan ziarah saya kemaren itu Jawa Tengah. Meski Jateng dan Jatim masih termasuk wilayah WIB, sama seperti Jabar dan Jakarta, juga BSD tentu, tapi secara alamiah dan sudah kodratnya, mentari lebih cepat terbenam di Jateng dan Jatim, dibanding di wilayah barat, jeh!
Jadi, perjalanan kemaren, dari Solo saya berrencana menuju Temanggung. Dengan asumsi jarak yang tidak begitu jauh, rutenya Solo-Boyolali-Salatiga-Bawen-Ambarawa-Secang-Temanggung, mampir di Boyolali masuk ke desa Musuk sebentar, ada satu GM - Gua Maria di sono, maka saya merasa tenang saja berangkat dari Solo sekitar pukul 14:00 setelah makan siang sate buntel di Tambak Segaran dan ngombe dawet terkenal enak di Pasar Gede, masih diselingi chit-chat dengan 2 keponakan yang meneruskan usaha cihu (kakak ipar) buka toko di Ketandan, Solo.
Di Boyolali cuma sebentar, sempet motrek-motrek pura Hindu yang katanya punya penganut sekitar 10 KK saja, masih lumayan dibanding 3-4 KK saja untuk warga Katholik di sana. Jangan bandingkan desa Musuk segede desa di Jakarta ya. Sebab namanya desa ya bener-bener udik keringetan punya, adanya lereng perbukitan satu gunung. Walau jalanan sudah rata dan dibuat satu arah - saking sempitnya cuma muat satu mobil, jadi untuk menghgindari papasan 2 mobil lawan arah, dibuat satu arah memutari desa.
Menuju Salatiga sekitar pukul 16:00-an, ndak diperhitungkan ada kemacetan menjelang keluar Salatiga.
Jadi, akhirnya saya ikuti petunjuk arah jalan alternatip menuju Ambarawa, tidak lewat Bawen yang mestinya lebih macet lagi. Akhirnya masuk ke Banyubiru. Hari sudah pukul 17:00-an, dan cuaca mendung. Dan, tak lama, menjelang pukul 17:30, udara makin gelap. Sampai di ujung Banyu Biru, tanya penduduk setempat arah yang enak, diberitahu ada jalan desa yang merupakan 'short cut' menuju Temanggung. Saking 'culun'nya, saya ikuti saja.
Makin gelap saja keadaan. Sebab jalan itu adanya di lembah bukit. Jalannya mulus, namun berliku-liku dan sesekali melewati lereng yang di kanan ada jurang cukup tinggi. Yang tidak saya perhitungkan, dan tidak tanya, bahwa jalan itu sepi sekali, berliku-liku dan naik-turun bebukitan. Jarak antar satu desa ke desa lain dipisahkan sawah dan hutan kecil. Dan, saya baru kali itu lewat jalan tsb.
Makin gelap udaranya, padahal waktu baru menunjukkan pukul 18:00-an.
Sampai akhirnya saya cukup lega mendapati jalan lebar dan mulus sangat. Tapi saya tidak tahu mesti ambil arah mana, ke kanan arahnya menunjukkan Ambarawa, ke kiri menuju Magelang. Bingung sendiri, jalan tidak ada penerangan. Jadi kami memutuskan berhenti di pinggir jalan, mau tanya pada orang yang lewat.
Menyetop mobil yang lewat sesekali agak sulit, sebab jalannya sedang menanjak ke arah kiri. Coba menghentikan yang naik motor, yang mestinya lebih mudah, ternyata tidak berhasil. Ada sekitar 5 orang yang saya hentikan, tidak ada yang mau berhenti. Padahal saya sudah teriak-teriak memanggil pengendaranya. Sementara gerimis mulai turun dan udara makin gelap, makin sepi saja.
Eh, agak lama, ada satu motor yang turun dari arah kiri, jalan di sisi kanan, dan berhenti menanyakan ada apa. Ternyata itu kayaknya motor ke-3 yang saya tadi hentikan, mereka balik lagi untuk menanyakan keadaan saya. Mungkin akhirnya mereka merasa kasihan dan memutuskan balik kanan untuk membantu saya.
Barulah saya merasa lega, ternyata saya mesti ambil jalan ke kiri menuju Magelang, untuk nanti belok ke arah Temanggung di Secang.
Sayang sekali, saking gugupnya dan cukup tegang, saya lupa menanyakan nama kedua orang yang baik hati tsb. Ternyata daerah tempat saya berhenti itu, tak lama ketemu desa cukup ramai bernama Jambu. Di peta Mudik Lebaran yang saya jadikan pedoman tidak jelas tertera jalan 'short cut' itu. Baru tahu ketika baca peta Semarang yang ada Jateng-nya, jalan berliku-liku itu ternyata ada di sisi barat Danau Rawa pening, jalannya sudah benar, lebih singkat, hanya saja timing-nya yang kurang pas: gelap. Dan, petunjuk arahnya cuma menyebut Magelang, tanpa ada Secang atau Temanggung.
Akhirnya saya tiba dengan selamat di Temanggung sekitar pukul 19:30-an. Waktu saya ceritakan kepada sohib saya, OHT, yang ketemu di milis sebelah dan ternyata masih 'get connected' secara silsilah dengan nyonyah saya, baik OHT-nya maupun isterinya, yang rumahnya saya inapi, ternyata dia sendiri yang sering berkendara sendiri, tidak pernah lewat jalan tsb.
Anda pernah lewat jalan itu?