Jaman makin maju, kedokteran ikut maju. Jalan pikiran orang juga makin maju. Termasuk dalam soal vaksin-memaksin ya. Jaman saya kecil, divaksin anti cacar itu ditorehnya di tangan, bisa berbekas cukup gede. Kayak tato, nempel terus seumur-umur hidup anda tuh!
Ada yang benjol bulat, ada yang manjang 2 baris sejajar. Generasi anak-anak saya, ditorehnya di paha. Jadi, buat cewek-cewek, kalau mau pake baju you can see (see what-nya sih tuh?) yang gak pake lengan, gak akan memamerkan 'tato' virus cacar-nya. Kecuali kalau mau pake bikini, baru kelihatan di pahanya ya? Toh, pake bikini ya gak bisa setiap hari, jeh!
Nah, kalau sudah mulai musim penyakit menular massal, dulu, kami mesti divaksin di sekolah. Paling gampang sih memang melalui sekolah, tempat anak-anak biasa ngumpul sehari-hari toh? Jaman sekarang sih orangtua bisa ajukan surat keterangan yang minta supaya anaknya gak ikut divaksin di sekolah, dengan alasan ini dan itu, pada pokokna mah sebab kuatir anaknya salah kena suntik - gak percaya ama vaksin 'gratis' yang dilakukan di sekolah. Dulu pernah beredar isu bahwa ada anak yang langsung lumpuh tangannya setelah divaksin - ini tentu berkat penambahan bumbu-bumbu isu, dari cuma sakit sedikit, demam sedikit, berkembang jadi 'lumpuh', namanya juga isu toh?
Jaman saya SD? Mana mungkin bisa pake alasan. Semuanya mesti kena giliran divaksin. Tapi, namanya juga anak-anak. Ada ajah yang cerdik cendekia punya bakat kreatip. Jadi ada saja akalnya.
Kalau musim vaksin di sekolah begitu, biasanya mantri dan dokternya akan stand by di depan kelas, ada meja berisi peralatan suntik dan ampul-ampul vaksin. Jarum suntiknya masih yang gede, bukan model disposable sekali pake buang itu.
Semua murid mesti berbaris di depan kelas. Satu per satu mesti maju ke meja petugas, di situ berdiri juga guru wali kelas yang akan memegangi murid, membiarkannya si murid memeluk si ibu guru (umumnya guru ya mesti ibu toh), sementara lengan baju disingsingkan dan ditoreh atau disuntik.
Teman saya ada yang punya akal cukup jitu. Dia akan pura-pura sakit perut sehingga diijinkan pergi ke WC. Lha, mana bisa guru menahan orang yang mau buang jahat, eh, hajat ding. Bisa berabe toh? Nah, kalau sudah berlama-lama di WC, dan mantri + suster-nya dah pindah ke kelas laen, barulah si anak itu diam-diam keluar dari WC. Diam-diam pula masuk ke kelas.
Ada yang pakai taktik dramatis. Maunya dipeluk bu guru erat-erat, baru merelakan tangannya ditoreh. Akan halnya saya, saya pakai taktik 'mengalah'. Maksudnya, saya mengalah untuk memberi giliran kepada teman-teman dulu. Begitu sampai depan, saya silakan teman yang di belakang saya duluan. Walau pun akhirnya tiba juga giliran saya, paling akhir sekali pun, tetep saja saya akhirnya mesti memeluk bu guru dan merelakan tangan kiri atau kanan saya divaksin.
Eh, yang ngumpet di WC akhirnya ketanggor juga. Guru dan mantrinya pada stand by pindah ke dekat WC. Begitu mereka keluar dari tempat sembunyi, langsung dipeluk oleh bu guru untuk ditoreh tangannya. Gurunya sudah 'pengalaman' - lha mereka juga suka pakai taktik itu waktu mereka kecil sih, jeh!
Hehehe..... kalau giliran anda sudah tiba, memang mau lari ke mana ya?
PS: Foto = bekas cacar di lengan.