October 25, 2010

Banjir Di Mana-mana Nih Ya?

Harini rencana mesti ke BSD, ngurus IMB untuk rumah baru. Berangkat dari rumah sesudah maksibar nyonyah dan babeh (mertua), lauknya bebek masak sawi asin, improvisasi nyonyah karena punya bebek panggang separuh belum dimakan-makan. Lalu ketak-ketik FB dan MP, sudah lewat pukul 13:00 - mendung mulai tebal.

Masuk tol Bintaro-BSD jalan mayan lancar, sebelumnya cuma tersendat di depan Gancit - Gandaria City. Lancar di tol, selepas GT Pondok Ranji, hujan mulai turun, langsung cukup deras. Sampai BSD hujan deras sekali, lalu berhenti menjadi rintik-rintik, waktu menunjukkan sekitar pukul 14:00-an. Mampir di pompa bensin deket pusat onderdil - cluster Puspita Loka, pelatarannya sudah tergenang air tempiasan, si mbak yang melayani bilang saya gak usah turun dari mobil. Saya tanya apakah hujan selalu yurun tiap hari, dia bilang iya, pagi sampai siang cuaca cerah, menjelang sore selepas makan siang mesti turun hujan.

Cilaka dah, kalau hujan turun terus, bagaimana saya bisa mulai bangun rumahnya ya?

Menuju kantor Property Management, hujan deras turun lagi. Langsung ketemu petugasnya, hujan turun dan berhenti tiap sebentar. Saya diberi pengantar untuk bayar ke loket untuk pembayaran deposit dan biaya IMB.

Sekitar pukul 16:00 selesai sudah saya bayar. Mampir ke ITC BSD, ke BCA untuk transfer dari rekening tabungan ke rekening koran, tadi bayar IMB pakai giro, hujan deras dan merintik silih berganti masih lanjut, angin cukup kencang bertiup.

Lalu saya naek ke lantai tiga isi pulsa HP, dan lanjut ganjel perut yang kelaperan kena hawa dingin di Bakso Lapangan Tembak - isi perut dengan semangkuk Bakso Campur. Semangkuk isi 3 bakso dan 1 tahu + sejumput mie + bihun, harganya 15.000 + 10%, gak mau pesen air - toh sudah ada kuah baksonya ya.

Selesai makan, saya baru ingat tadi nyonyah pesan saya beli air di kawasan ruko Golden Viena arah ke Taman Tekno. Dari ITC BSD ke arah Teko - Teras Kota masih lancar, hujan merintik terus. Tapi selepas jembatan di atas tol, saya terjebak macet pamer - padat merayap. Waktu sudah menunjukkan pukul 16:45 - padahal tukang air langganan tutup pada pukul 17:00

Pas sekali saya tiba di tukang air, mereka baru saja mau tutup. Selesai isi, lalin di jalan raya masih macet sekali. Si engkoh-nya anjurkan saya lewat pintu tol yang dekat The Green, karena jalan di depan sekolah Stella Marris sudah tergenang air. ya sudah, saya ikut antrian yang hendak memotong jalan kemacetan jalan raya, ikut taksi yang searah.

Baguslah tak lama banyak motor yang memotong antrian di jalan raya, taksinya masuk, saya pun menempel terus di belakangnya. Lancar jaya masuk tol. gerimis mulai turun lagi....

Tiba di dekat KM 8, tiba-tiba jalan agak tersendat.

Ternyata di KM 8 mulai ada genangan air. Ada satu-dua mobil yang mogok sedang dibantu petugas tol diperbaiki. Air genangan masih sekitar mata kaki - gak diukur sih benernya, jeh!

Sampai GT Pondok Ranji, bayar dan keluar tol, lancar jaya, hujan turun deras dan rintik terus, keluar tol, tumben di Jalan Veteran, arah ke Tanah Kusir lengang, biasanya sore-sore begitu macet sehingga kita dipaksa belok kanan arah Haji Muhi.

Selepas kuburan Tanah Kusir, jalan diarahkan ke kiri, biasanya saya langsung bablas lewat jalan tikus, ketemu Jl. Ciputat Raya lagi, menghindari memutar lewat Bendi. Tadi ada mobil yang mundur balik lagi karena katanya di turunan jalan sudah tergenang air, ya sudah, akhirnya saya balik kanan jalan memutar lewat Bendi.

Ciputat Raya menuju Pasar Kebayuran Lama cukup lancar, tersendat menjelang Binus, hujan masih turun deras juga. Selepas Pertamina Learning Center, saya mampir di tukang pisang barangan - favorit mertua, beli pisang sesisir pilih yang matang 2-3 hari, lanjut jalan lagi menuju rumah - hujan masih merintik, makin kecil.

Sampai lampu merah ITC Permata Hijau, agak macet di jalan menuju Hero di ruko Permata hijau, lalu lancar jaya sampai di rumah - agak dekat pos, ada air genangan sekitar 10 cm., hansip-nya bilang memang kalau hujan mesti ada genangan air sebentar.

Sampai di rumah, sekitar pukul 18:00-an.

Lihat berita di TV, Kuningan dan jalan tol dalam kota macet di mana-mana. Adik nyonyah yang baru masuk tol BSD-Bintaro juga terjebak di dalam tol, karena banjir di KM 8 Pondok Ranji yang tadi saya lewati masih sekitar 10 cm, sudah naik 10 kali lipatnya. Macey cet tidak bisa jalan, akhirnya dia balik kanan menuju BSD, baru tiba di BSD lagi sekitar pukul 21:30 dan dia ndak bisa pulang ke KL, terpaksa numpang menginap di rumah temannya di BSD tuh.

Baca di milis, ternyata memang banjir di mana-mana di Jakarta, macet di mana-mana.

Saya masih bersyukur bisa sampai rumah tanpa terjebak macet. barusan listrik padam mulai 20:30 sampai 21:30-an, dibandingkan yang terjebak macet - tidak ada artinya pemadaman yang cuma sekitar 60 menit itu.

Bagaimana dengan anda?





PS: Barusan dapat kabar, katanya Padang dilanda gempa 7,2 SR.

October 24, 2010

REPOST: Case Study - Salah Baca, Salah Mengerti atau Buru-buru Asal Njeplak?

Hehehe..... ini kasus unik, sebelumnya saya sudah ngepost 'case study' yang satu ini, tapi tiba-tiba saja menghilang dari peredaran ketika ada beberapa respon yang sedang saya jawab. Di inbox masih ada terbaca judulnya, tapai gak bisa diakses: kalau diakses, mesin-nya bilang NOT FOUND. Di daftar blog entry di 'rumah' saya juga gak ada jejaknya, menghilang begitu saja.

Unik sekali ya?

Sorry, saya repost di bawah ini ajah ya:




Ceritanya ada satu temen MP yang ngeluh di blog MP-nya soal ibu-ibu yang merasa 'hebat' - merasa lebih baik dari ibu-ibu lain, semata karena mereka (yang merasa hebat) bisa memberikan ASI Eksklusip kepada anak-anak aka bayi-bayi mereka. Dan, memandang rendah mereka yang tidak (mau dan tidak bisa) memberikan ASI kepada bayi-bayinya.

Jadi, saya kasih komentar begini (bahan-bahan hasil saya baca-baca di i-net):

Saya gak pernah kasih ASI ke anak-anak saya, lha, jelas sekali dan gamblang: saya bukan ibu-nya anak-anak saya sih, jeh! ;D)

Tapi, kalau gak salah, secara alami semua mahluk yang menyusui (termasuk manusia dan hewan) akan secara alami memproduksi ASI buat anak-anaknya begitu mereka melahirkan anak-anaknya. Dan, katanya lagi, kalau tidak bisa (bukan tidak mau) memproduksi ASI (lagi), berarti memang tidak diperlukan lagi ASI bagi anak-anaknya ya?

Itu yang kalau gak salah disebut sebagai 'menyapih' anak-anaknya.

Dan, katanya sih mulainya masa menyapih (tidak perlu diberi ASI lagi) itu tidak sama antara satu anak dengan anak lainnya - sangat individuil dan unik, tidak ada batasan anak disusui mesti sekian bulan, sekian tahun - yang 'menyesatkan' itu konsep ASI EKSKLUSIP yang katanya mesti minimal 12 bulan, padahal tiap pribadi ibu itu unik, tidak bisa disamaratakan semuanya mesti menyusui anak-anaknya selama 12 bulan. Perhatikan hewan menyusui anak-anaknya juga akan berhenti pada masanya, anak-anaknya akan di'usir' kalau masih saja terus minta menyusu kepada induknya.

Satu lagi salah kaprah: anak mesti dikasih susu sapi sebagai tambahan (baik segar maupun kalengan - bubuk), susu sapi memang sangat baik bagi anak-anak..... sapi! Anak orang ya gak usah dikasih susu sapi. Banyak yang pikirannya sudah dirasuki kampanye produsen susu sapi yang tentu saja selalu menganjurkan orang mengkonsumsi produknya - dari situlah mereka mendapat keuntungan besar.

Perhatikan: susu sapi dipacu lebih banyak diproduksi oleh 'pabrik'nya - induk sapi, dengan cara diberi hormon pertumbuhan tambahan, akibatnya, hormon tsb ikut larut dalam air susu sapi, yang kemudian masuk ke dalam tubuh anak-anak orang. Akibatnya, anak-anak orang jadi dipacu juga pertumbuhannya oleh hormon pertumbuhan yang diberikan kepada ibu, eh, induk sapi.

Makanya jangan heran kalau anak-anak manusia yang perempuan dan lelaki pada keluar tetek-nya pada umur yang relatip masih muda, sekitar 10 tahunan - coba cek ajah sendiri ya.

Yang dicari dari susu sapi untuk anak-anak itu apa? Kalsium dan protein dan lemak? Semuanya bisa diperoleh dari bahan makanan lain. Kalsium banyak juga terdapat di dalam kekacangan dan sesayuran, lemak dan protein juga bisa dicari di makanan lain. Sila cari sendiri ajah di i-net ya.

Sorry. Jadi panjang kayak posting sendiri ajah, jeh!

Lalu, ada seseorang entah siapa (ada nama tanpa headshot) yang kasih komentar sesudah komentar saya, entah ditujukan kepada siapa dia kasih komentarnya, saya ndak begitu yakin apakah itu ditujukan kepada komentar saya atau bukan.

Isinya begini:

pak.... maksudnya apa ya....???? yang jelas yg bisa ngerasain cuma para ibu....n saya yakin sekali para ibu di sini berarti yg udah usaha banget, tapi gak bisa....soalnya kalo gak usaha, pasti mereka ga pada sedih.....so....jangan disalahin lagi n diomongin lagi ya....

Pertanyaannya: coba anda baca komentar saya di atas, lalu anda simak, apakah ada nada ofensip kepada para ibu yang tidak bisa menyusui di dalam komentar saya, sehingga komentar seseorang itu (kalau benar ditujukan kepada komentar saya) sepertinya menganggap saya sudah ofensip kepada mereka.

Sila kasih komentar ya!

Terima kasih.





PS: Gambar diambil dari MS Office ClipArt Media file.

REPOST: Case Study - Salah Baca, Salah Mengerti atau Buru-buru Asal Njeplak?

Hehehe..... ini kasus unik, sebelumnya saya sudah ngepost 'case study' yang satu ini, tapi tiba-tiba saja menghilang dari peredaran ketika ada beberapa respon yang sedang saya jawab. Di inbox masih ada terbaca judulnya, tapai gak bisa diakses: kalau diakses, mesin-nya bilang NOT FOUND. Di daftar blog entry di 'rumah' saya juga gak ada jejaknya, menghilang begitu saja.

Unik sekali ya?

Sorry, saya repost di bawah ini ajah ya:




Ceritanya ada satu temen MP yang ngeluh di blog MP-nya soal ibu-ibu yang merasa 'hebat' - merasa lebih baik dari ibu-ibu lain, semata karena mereka (yang merasa hebat) bisa memberikan ASI Eksklusip kepada anak-anak aka bayi-bayi mereka. Dan, memandang rendah mereka yang tidak (mau dan tidak bisa) memberikan ASI kepada bayi-bayinya.

Jadi, saya kasih komentar begini (bahan-bahan hasil saya baca-baca di i-net):

Saya gak pernah kasih ASI ke anak-anak saya, lha, jelas sekali dan gamblang: saya bukan ibu-nya anak-anak saya sih, jeh! ;D)

Tapi, kalau gak salah, secara alami semua mahluk yang menyusui (termasuk manusia dan hewan) akan secara alami memproduksi ASI buat anak-anaknya begitu mereka melahirkan anak-anaknya. Dan, katanya lagi, kalau tidak bisa (bukan tidak mau) memproduksi ASI (lagi), berarti memang tidak diperlukan lagi ASI bagi anak-anaknya ya?

Itu yang kalau gak salah disebut sebagai 'menyapih' anak-anaknya.

Dan, katanya sih mulainya masa menyapih (tidak perlu diberi ASI lagi) itu tidak sama antara satu anak dengan anak lainnya - sangat individuil dan unik, tidak ada batasan anak disusui mesti sekian bulan, sekian tahun - yang 'menyesatkan' itu konsep ASI EKSKLUSIP yang katanya mesti minimal 12 bulan, padahal tiap pribadi ibu itu unik, tidak bisa disamaratakan semuanya mesti menyusui anak-anaknya selama 12 bulan. Perhatikan hewan menyusui anak-anaknya juga akan berhenti pada masanya, anak-anaknya akan di'usir' kalau masih saja terus minta menyusu kepada induknya.

Satu lagi salah kaprah: anak mesti dikasih susu sapi sebagai tambahan (baik segar maupun kalengan - bubuk), susu sapi memang sangat baik bagi anak-anak..... sapi! Anak orang ya gak usah dikasih susu sapi. Banyak yang pikirannya sudah dirasuki kampanye produsen susu sapi yang tentu saja selalu menganjurkan orang mengkonsumsi produknya - dari situlah mereka mendapat keuntungan besar.

Perhatikan: susu sapi dipacu lebih banyak diproduksi oleh 'pabrik'nya - induk sapi, dengan cara diberi hormon pertumbuhan tambahan, akibatnya, hormon tsb ikut larut dalam air susu sapi, yang kemudian masuk ke dalam tubuh anak-anak orang. Akibatnya, anak-anak orang jadi dipacu juga pertumbuhannya oleh hormon pertumbuhan yang diberikan kepada ibu, eh, induk sapi.

Makanya jangan heran kalau anak-anak manusia yang perempuan dan lelaki pada keluar tetek-nya pada umur yang relatip masih muda, sekitar 10 tahunan - coba cek ajah sendiri ya.

Yang dicari dari susu sapi untuk anak-anak itu apa? Kalsium dan protein dan lemak? Semuanya bisa diperoleh dari bahan makanan lain. Kalsium banyak juga terdapat di dalam kekacangan dan sesayuran, lemak dan protein juga bisa dicari di makanan lain. Sila cari sendiri ajah di i-net ya.

Sorry. Jadi panjang kayak posting sendiri ajah, jeh!

Lalu, ada seseorang entah siapa (ada nama tanpa headshot) yang kasih komentar sesudah komentar saya, entah ditujukan kepada siapa dia kasih komentarnya, saya ndak begitu yakin apakah itu ditujukan kepada komentar saya atau bukan.

Isinya begini:

pak.... maksudnya apa ya....???? yang jelas yg bisa ngerasain cuma para ibu....n saya yakin sekali para ibu di sini berarti yg udah usaha banget, tapi gak bisa....soalnya kalo gak usaha, pasti mereka ga pada sedih.....so....jangan disalahin lagi n diomongin lagi ya....

Pertanyaannya: coba anda baca komentar saya di atas, lalu anda simak, apakah ada nada ofensip kepada para ibu yang tidak bisa menyusui di dalam komentar saya, sehingga komentar seseorang itu (kalau benar ditujukan kepada komentar saya) sepertinya menganggap saya sudah ofensip kepada mereka.

Sila kasih komentar ya!

Terima kasih.





PS: Gambar diambil dari MS Office ClipArt Media file.

Case Study: Salah Baca, Salah Mengerti atau Buru-buru Asal Njeplak?

Ceritanya ada satu temen MP yang ngeluh di blog MP-nya soal ibu-ibu yang merasa 'hebat' - merasa lebih baik dari ibu-ibu lain, semata karena mereka (yang merasa hebat) bisa memberikan ASI Eksklusip kepada anak-anak aka bayi-bayi mereka. Dan, memandang rendah mereka yang tidak (mau dan tidak bisa) memberikan ASI kepada bayi-bayinya.

Jadi, saya kasih komentar begini (bahan-bahan hasil saya baca-baca di i-net):

Saya gak pernah kasih ASI ke anak-anak saya, lha, jelas sekali dan gamblang: saya bukan ibu-nya anak-anak saya sih, jeh! ;D)

Tapi, kalau gak salah, secara alami semua mahluk yang menyusui (termasuk manusia dan hewan) akan secara alami memproduksi ASI buat anak-anaknya begitu mereka melahirkan anak-anaknya. Dan, katanya lagi, kalau tidak bisa (bukan tidak mau) memproduksi ASI (lagi), berarti memang tidak diperlukan lagi ASI bagi anak-anaknya ya?

Itu yang kalau gak salah disebut sebagai 'menyapih' anak-anaknya.

Dan, katanya sih mulainya masa menyapih (tidak perlu diberi ASI lagi) itu tidak sama antara satu anak dengan anak lainnya - sangat individuil dan unik, tidak ada batasan anak disusui mesti sekian bulan, sekian tahun - yang 'menyesatkan' itu konsep ASI EKSKLUSIP yang katanya mesti minimal 12 bulan, padahal tiap pribadi ibu itu unik, tidak bisa disamaratakan semuanya mesti menyusui anak-anaknya selama 12 bulan. Perhatikan hewan menyusui anak-anaknya juga akan berhenti pada masanya, anak-anaknya akan di'usir' kalau masih saja terus minta menyusu kepada induknya.

Satu lagi salah kaprah: anak mesti dikasih susu sapi sebagai tambahan (baik segar maupun kalengan - bubuk), susu sapi memang sangat baik bagi anak-anak..... sapi! Anak orang ya gak usah dikasih susu sapi. Banyak yang pikirannya sudah dirasuki kampanye produsen susu sapi yang tentu saja selalu menganjurkan orang mengkonsumsi produknya - dari situlah mereka mendapat keuntungan besar.

Perhatikan: susu sapi dipacu lebih banyak diproduksi oleh 'pabrik'nya - induk sapi, dengan cara diberi hormon pertumbuhan tambahan, akibatnya, hormon tsb ikut larut dalam air susu sapi, yang kemudian masuk ke dalam tubuh anak-anak orang. Akibatnya, anak-anak orang jadi dipacu juga pertumbuhannya oleh hormon pertumbuhan yang diberikan kepada ibu, eh, induk sapi.

Makanya jangan heran kalau anak-anak manusia yang perempuan dan lelaki pada keluar tetek-nya pada umur yang relatip masih muda, sekitar 10 tahunan - coba cek ajah sendiri ya.

Yang dicari dari susu sapi untuk anak-anak itu apa? Kalsium dan protein dan lemak? Semuanya bisa diperoleh dari bahan makanan lain. Kalsium banyak juga terdapat di dalam kekacangan dan sesayuran, lemak dan protein juga bisa dicari di makanan lain. Sila cari sendiri ajah di i-net ya.

Sorry. Jadi panjang kayak posting sendiri ajah, jeh!

Lalu, ada seseorang entah siapa (ada nama tanpa headshot) yang kasih komentar sesudah komentar saya, entah ditujukan kepada siapa dia kasih komentarnya, saya ndak begitu yakin apakah itu ditujukan kepada komentar saya atau bukan.

Isinya begini:

pak.... maksudnya apa ya....???? yang jelas yg bisa ngerasain cuma para ibu....n saya yakin sekali para ibu di sini berarti yg udah usaha banget, tapi gak bisa....soalnya kalo gak usaha, pasti mereka ga pada sedih.....so....jangan disalahin lagi n diomongin lagi ya....

Pertanyaannya: coba anda baca komentar saya di atas, lalu anda simak, apakah ada nada ofensip kepada para ibu yang tidak bisa menyusui di dalam komentar saya, sehingga komentar seseorang itu (kalau benar ditujukan kepada komentar saya) sepertinya menganggap saya sudah ofensip kepada mereka.

Sila kasih komentar ya!

Terima kasih.





PS: Gambar diambil dari MS Office ClipArt Media file.

October 19, 2010

Bakso Solo Daging Sapi Asli?

Mungkin anda pernah baca nama warung bakso yang dikasih embel-embel 'bakso Solo daging sapi asli' begitu. Mungkin juga anda gak 'ngeh' ama itu slogan marketing yang mereka pasang ya. Kalau pun anda baca, anda juga gak peduli kenapa mereka pasang kalimat itu toh?

Kemaren Minggu, saya dan nyonyah dan anak saya si Dede yang lagi mudik sebentar buat hadir di pesta perkawinan teman-nya, iseng mampir ke Bakso Titoti di kawasan Kebun Jeruk, Jakarta. Itu warung menyebut diri sebagai 'Gardoe Bakso', asalnya Wonogiri - yah, masih deket-deket Solo situ sih.

Di Bakso Titoti ini, selain protein hewani dari si bakso, juga lemak dari tetelan kikil sapi, anda bisa milih campuran 'karbohidrat'nya berupa mie, bihun atau...sohun!

Ya, sohun, yang terbuat dari aci (atau kacang ijo kalau versi upper end-nya sih), dengan aroma khas sohun yang agak-agak bau aci gitu.

Nah, sekarang bisa kita masuki her story, eh, his-story aka sejarahnya kenapa ada tagline 'Bakso Solo Daging Sapi Asli' itu.


Kalau anda baca tagline begitu, jangan lantas anda pikir di pasar beredar daging sapi palsu yang dibuat dari kertas - itu cuma hoax di i-net doang, jangan percaya, percayalah samah sayah ajah yah....

Bakso Titot, juga Bakso Botak di Jelambar, Bakso Mahkota di Grogol dan ... , juga bakso aliran Solo dan greater Solo, i termasuk bakso yang mempertahankan tradisi, dengan tetap menyediakan sohun sebagai campurannya.

Waktu masih jaman 'kegelapan' - bener-bener suka gelap, sebab seringnya oglangan, giliran pemadaman listrik karena pasokan dari PLN masih seret, bakso itu dijajakan dengan menggunakan pikulan, dengan dua rombong. Satu berisi dandang lurus tak berpinggang, dengan kompor minyak tanah, dan satu berupa laci-laci berisi perabotan dan bahan baku berupa bakso dan sohun dan di atasnya berupa preparation table, tempat meracik bakso pesenan anda plus wadah sambel, garem, lada, bawang goreng dan rajangan seledri.

Eh, saya gak nyebut MSG ya?

Hehehe.... jaman itu, sekitar tahun 1965-an, belum di'temu'kan MSG versi murah-meriah dikemas dalam sachet yang sekali pake gitu. Adanya juga dalam kemasan kaleng warna kuning emas, buatan Hongkong, berjudul Vetsin, harganya mahal, masih merupakan high end product yang cuma bisa mampu dibeli oleh kaum menak.

Jadi, jaman itu, untuk penggurihnya, mereka pakai tulang sapi dan tetelan + lemak gajih yang menempel. Anda bisa lihat tulang-belulang gede-gede di dasar dandang kuah bakso yang mereka panaskan terus itu, makin lama akan makin gurih tentu, jeh!

Nah, baksonya itu tentu saja berdaging sapi asli. Waktu itu mereka belum tersentuh oleh tangan-tangan 'teknologi pangan' aka food tech yang serba canggih dan complicated, sampai mereka bisa bikin apa saja dengan bahan pengganti, seperti kecap yang semula dibuat dari kedele difermentasi itu, sekarang mah bisa diganti pake gula tetes - sisa masakan gula tebu, atau saus sambel yang bahan pokoknya pake onggok, sisa ampas hasil pembuatan tepung tapioka aka aci, kedua bahan itu (tetes tebu dan onggok) semulajadi sih buat dijadikan pakan ternah tuh - thanks to para food technician yang harahebat dan smart itu ya.

Teknologi pembuatan bakso juga masih sederhana, maklum ajah, mereka baru belajar sedikit dari tauke yang bikin bakso ikan atau bakso babai, dan mereka pun dipaksa untuk menekan COGS - Cost of Goods Sold, lha market potential mereka toh para rahayat jelata yang masih ngikutin konsep P7: Pergi Pagi Pulang Petang Pendapatan Pas Pasan, yang cuma mampu jajan bakso keliling begitu.

Jadi, yang namanya bakso Solo jaman awal-awal kemerdekaan (para penjajanya merdeka dari tauke-nya) begitu, terbuat dari daging sapi alakadarnya saja, asal ada mambu prengus sapinya ajah, dengan campuran kanji aka aci, dan sedikit ajah tepung terigu, yang hasilnya sih ya secara fisik berbentuk bulatan daging aka meat ball, ning ya teksturnya agak-agak kenyal-kenyal kayak onde-onde wedang ronde gitulah, ada lapisan bening menyelimuti sekujur tubuh sang bakso, dengan rasa dominan pedes lada plus asin garem doang. Ning, mereka tetep jaga dagingnya ya dari daging sapi asli, walau mungkin bukan dari bagian yang terbaik-nya.

Kenapa mesti pake kata 'asli'?

Nah, jaman itu, jaman susah, anda punya uang belum tentu ada barang. Ketika bakso Solo yang keliling kampung door-to-door itu, ditawarkan dengan memukul-mukuli mangkuk beling (belum musim melamine) pake sendok bebeknya, makin lama makin populer, makin banyak penggemarnya, tidak saja dari kalangan lowest end di kampung-kampung belakang jejeran toko-toko di straat besar, tapi mulai merambah toko-toko di depannya juga, maka mulailah timbul kongkurensi aka persaingan dagang yang sengti.

Bagian daging yang gak gitu bagus dan murah sangat itu tentu saja jadi rebutan para pedagang bakso. Dan, harganya yang semula murah jadi makin mahal sesuai hukum pasar: supply kurang, demand besar - jadi harga boleh dinaikkan.

Jadi, ada pedagang yang gak kebagian daging murah ini, lantas berimprovisasi secara kreatip: mereka cari substitusi - bak anjuran para food technologist yang canggih itu, mengganti daging murah dari sapi itu dengan daging........ tikus!

Hehehe.... siapa yang bisa bedakan lagi kalau daging sudah dicincang halus dan dijadikan bola daging begitu toh? tentu saja isyu begitu cepet merebak, hati-hati, sekarang ada bakso yang pake daging tikus. Hal ini ditunjang juga dengan adanya berita santer bahwa di desa lagi banyak hama tikus, mereka pada menghabisi padi di sawah - sampai pemerintah menggalakkan kampanye pembasmian tikus swah itu, dengan iminmg-iming hadiah, sampai banyak sekali tikus ditangkap!

Saya gak tahu persis apakah benar ada yang curang pake daging tikus untuk campuran baksonya, mungkin juga cuma hoax - hanya saja jaman itu belum musim internet, jadi Hoax Slayer atau Snopes gak bisa ikut campur menjelaskan secara baik dan bener.

Saya cuma mau kasih tahu ajah, sejak itulah makanya muncul tagline: Bakso Solo Daging Sapi Asli - untuk membedakannya dengan daging sapi-sapian doang, jeh!

Ana pernah makan bakso Solo bukan daging sapi asli?



October 15, 2010

Menyelesaikan Masalah Tanpa masalah?

Di kalangan pengobatan Tionghua, ada ungkapan: dengan racun melawan racun. Maksudnya, untuk mengalahkan racun dari virus, mesti dipakai racun yang lebih kuat dari si virus, supaya virus-nya mate kabeh, jeh!

Ada slogan iklan dari PN Pegadaian yang pernah gencar dikampanyekan, bunyinya:Memecahkan Masalah Tanpa Masalah.

Tentu saja itu suatu slogan (iklan) yang simpatik. Bayangan yang membaca slogan marketing itu tentulah, kalau anda punya masalah (keuangan), datanglah saja ke pegadaian, serahkan barang anda, lalu anda mendapat uang-nya. Beres. That's it, as simple as that. Masalah anda selesai, diselesaikan oleh pegadaian........tanpa masalah?

Benar. Tanpa masalah, kalau saja jenis hutang anda itu termasuk KTA - Kredit Tanpa Angsuran, jadi anda gak perlu mbayar lagi hutang anda. Tapi, apakah benar demikian? Anda yang lebih tahu tentunya ttg gadai-menggadai itu. Barang anda mestilah dinilai lebih rendah dari harga pasaran, dan anda mesti membayar lebih tinggi dari hutang pokok - dari situlah mereka mendapat 'sisa hasil usaha' aka profit, aka untung aka cwan-nya atuh, euy!

Hari ini, Kompas, 15 Oktober 2010, di halaman Bisnis & Keuangan (halaman 17) memuat headline: Konsumsi Nasi Minta Dikurangi' - Bisa Hemat 1,1 Juta Ton Beras.Lalu ada himbauan untuk ikut kampanye "One Day No Rice" - memakai bahasa Inggris, jadi target-nya adalah orang-orang bule atau setidaknya yang merasa 'bule' - ngerti basa inggris toh.

Cita-citanya dan idenya luhur sangat. Dengan mengurangi konsumsi nasi, sehari dalam sebulan, bisa dihemat 1,1 juta ton beras setahun - kalau saja seluruh rakyat Indonesia, termasuk para wakilnya, pejabatnya dan bos-bosnya yang 220 juta orang itu pada kompak seiya-sekata mau menjalankannya. Dan kalau produksi beras tetap ditingkatkan, sisanya bisa diekspor, dapat devisa senilai Rp 6 triliun - masih lebih rendah dari yang di'boros'kan untuk bail out Bank Century.

Tapi, kalau gak makan nasi, gantinya apa sebagai pemenuhan asupan karohidrat?

Singkong? Jagung? Bukankah kata media, cuma orang miskin dan rakyat jelata yang tak mampu beli beras saja yang makan nasi jagung, singkong, gaplek? Coba ajah anda amati, kalau ada paceklik di satu daerah, gagal panen beras, rahayat-nya 'terpaksa'(kata media) makan nasi aking, singkong, nasi jagung atau gaplek.

Jadi, ukuran orang 'mampu' itu kudu makan nasi, dan sekarang anda mau mereka mengurangi makan nasi dan gantinya apa - ketika mereka sudah 'dientaskan' dari dalam jurang atau lembah kemiskinan?

Mie Kari Ayam di Akay, Pasmo BSD.
Roti? Mie? Coba saja anda lihat pola makan rakyat. Bakmi atau bihun (dari beras juga) digoreng dan diberi lauk + sayur, lalu dijadikan lauk teman makan nasi. Makan roti sebagai selingan, jaburan, cemilan, begitu juga dengan singkong dan turunannya (kuwih-muwih dari bahan singkong).

Cobalah sesekali anda iseng bertanya: sudah makan?

Walau sudah makan bakmi ayam seporsi, ditambah roti beberapa bongkah, jawabannya adalah: belum.

Karena konsep 'makan' yang umum di mari (Indonesia, khususnya Jawa) adalah mesti nasi - mangan ora mangan nek ora mangan sega? Makan (serasa) belum makan kalau belum makan nasi. Walau ada beberapa daerah yang makan makanan lain di luar nasi, misal sagu/papeda di Irian dan Maluku, rasi - nasi dari onggok(?) - ampas proses pembuatan tepung tapioka/aci di daerah Cimahi, nasi jagung di Madura dan sebagian kecil Jatim. Tapi, media sudah kadung menganggap, cuma mereka yang masih hidup dibawah garis kemiskinan saja yang tidak makan nasi - nasi menjadi tolok ukur kemakmuran?

Jadi, kalau anda ndak makan nasi satu hari saja dalam sebulan, bisa menghemat devisa sebesar Rp 6 triliun dalam setahun. Ini sudah menyelesaikan masalah - tanpa masalah? Eh, tunggu dulu, sebagai ganti sehari gak makan nasi itu, berapakah devisa yang diperlukan untuk memasak makanan penggantinya? Katakanlah gantinya adalah roti dan bakmi - berapa banyak gandum yang mesti diimpor untuk membuat roti dan bakmi tsb. ya? Sila anda hitung sendiri ajalah dah, bukan saya yang jadi pakar ekonominya, jeh!

Menyelesaikan masalah, dengan masalah baru-kah?


October 12, 2010

Manner - Monyet-nya Bandel Pisan, Euy!

Belum lama ini, ada KA tabrakan di Pemalang, kata media sih diduga akibat kelalaian manusia (human error). Kelalaian bisa saja tak sengaja, bisa juga memang disengaja. Barusan di Banten ada 24 unit gerbong terbakar - mestinya ini sih susah dibilang sebagai akibat kelalaian tak sengaja ya?

Berbarengan dengan 'kebakaran' gerbong KA, di Taiwan ada peristiwa satu merek mie instant yang dilarang beredar karena mengandungi bahan pengawet yang dilarang dipakai untuk makanan di sana.

Saya jadi ingat kisah sebuah pabrik pembuat bumbu yang memasok ke pabrik mie instant besar tsb. di Jakarta.

Pabrik bumbu itu cukup besar, asli Indonesia, walau namanya bisa saja berkonotasi 'asing', dengan nama dalam basa Inggris, sudah berjalan sekitar 25 tahunan (sekarang sih jadi 30 tahunan deh).
Pabriknya lumayan moderen, cukup luas, berlokasi di kawasan industri di Tangerang. Pakai CCTV, pernah ikut ISO tapi gak lulus-lulus juga, entah mengapa.

Dimiliki oleh seorang pengusaha sukses - dikelola oleh adik kandungnya. Kabarnya sih semulajadi dia memasok mesin-mesin ke pabrik mie instant itu, impor dari Jepang, lalu dia coba-coba memasok bumbu juga, dan dasar hok-kie, usahanya sukses maju lancar jaya...... aman sentosa, eh, ndak ding!

Pernah ada komplain resmi dari pabrik mie instant itu - merupakan 'back bone' si pabrik bumbu, sebab di dalam bungkusan bumbu yang dipasoknya, terdapat.... masker!

Masker apa?

Itu lho, masker penutup hidung dan mulut yang biasa dipakai pengendara motor, atau suster-suster di rumah sakit, atau waktu jaman-nya musim SARS atau Flu Burung - orang pada takut ketularan, jadi mulut dan hidung ditutup penutup dari kain kasa halus yang diberi tali dan diikat ke belakang kepala. Masker itu dipakai, sebagai tindak lanjut langkah menuju ISO dan HACCP, standar internasional untuk pabrik-pabrik moderen.

Manajemen lantas menyelidik siapakah oknum yang sudah membuat kelalaian tsb., menjatuhkan masker ke dalam bumbu untuk mie instant. CCTV diputer-puter, diamati, siang-malam. Ndak ketemu. Jelas, namanya juga 'kalalaian' manusia.

Gak lama, masih dalam tahun yang sama. Komplain datang lagi dari pelanggan yang sama. Kali ini bonus yang diterima itu pabrik mie instant adalah..... sikat!

Ya, sikat, yang biasa anda pakai untuk membersihkan apa-apa ajah itu. Bumbu itu diproduksi dalam tabung bejana besar, mirip molen pengaduk semen, dan memang fungsinya sama: mengaduk (bumbu) supaya tercampur merata, dan namanya juga teuteup sama: molen.

Kelalaian lagi?

Hehehe.... bener. Itu kelalaian yang disengaja, begitu saya kasih pendapat dan analisa saya ke manajemen. Tentu setelah saya pelajari dulu 'monyet'nya. Saya bilang, mestinya ada 'monyet' bandel yang harus segera ditangkap dan disembelih!

Mereka gak percaya.

Eh, gak lama para pekerja pabrik itu mogok kerja. Mereka rupanya sudah memelihara 'monyet' yang tidak kunjung disembelih, sejak jaman orde bau - ketika mogok kerja dilarang dan dicap sebagai komunis, dan sekarang mereka bebas menyatakan pendapat dengan mogok kerja. Tuntutan mereka adalah soal upah yang dirasa tidak cukup. Padahal produksi naik terus, harga-harga juga naik terus, tapi pendapat pekerja ndak naik-naik.

Mogok kerja itu berulang-ulang terjadi, kerana monyetnya gak juga disembelih. Cuma ditangkap, lalu dilepas lagi. Dicari kambing item-nya, yang banyak bicara dikasih pesangon, dianggap beres.

Sampai akhirnya, pengelola pabrik - adik kandung si pemilik, gantung handuk balik kanan jalan - ora sudi kerjabareng engkoh-nya. Putus hubungan dengan berantem dan ancaman golok dapur secara harafiah, bukan buat menyembelih 'monyet' tapi sekedar buat ngacungin (doang) ke si abang yang suka adu domba sesama manager-nya, memandang rendah sesiapaun saja, tidak menghargai orang lain, termasuk adik kandungnya sendiri tuh, jeh!

Jadi, monyet-nya yang mesti disembelih yang mana nih?








PS: Gambar diambil dari MS Office ClipArt Media Files.

Manner - Mari Kita Sembelih Monyet-nya!

Ups, ini bukan cerita horor, walau saya suka juga nonton film horor. Ungkapan 'sembelih monyet' saya kenal pertama kali ketika saya magang di satu biro iklan yang ng-Indonesia-ni banget di bilangan Slipi dulu.

Kepala Pembina Usaha di kelompok bina usaha (account services group manager - itu istilah yang dipakai biro iklan tsb.) yang saya ditempatkan sering berpesan, kalau punggung anda digembloki 'monyet', anda tangkap tuh monyet, tapi jangan lemparkan ke orang lain, langsung ajah 'sembelih', beres!

Maksudnya, kalau nemu problem, masalah, segera 'tangkap' ajah, selesaikan sendiri atau cari solusinya. Jangan dilemparkan ke orang lain, dicari-cari, dibicarakan - gak akan selesai tuh problemnya - si monyet akan terus ajah bertingkah, ngegemblok di punggung, entah punggung anda atau punggung orang lain, jeh!


Barusan heboh soal satu merek mie instant buatan Indonesia yang kena razia di Taiwan karena mengandungi bahan pengawet yang dilarang dipakai untuk makanan di sono, langsung dilarang beredar. Lucu juga baca komentar importirnya di sini. Saya kutipkan dikit ya:


"Produk beracun yang ditemukan di Taiwan diduga diimpor secara ilegal," demikian dinyatakan Fok Hing, Senin (11/10/2010). Sebelumnya, produsen Indomie, PT Indofood Consumer Brand Product Sukses Makmur Tbk (ICBP), juga meyakini bahwa produk yang dirazia bukan Indomie yang ditujukan untuk pasar Taiwan."


Itu 'kan sama ajah menangkap si monyet di punggung, alih-alih disembelih saja tu monyet tengik, bau menyebalkan, nakal dan usil, mereka malah melemparkannya ke sana-ke mari. Jadi si monyet terus ajah lompat sana-lompat sini, ngegemblok di punggung orang lain.


So, mari kita sembelih ajah tu monyet, jweh!





PS: Gambar diambil dari MS Office ClipArt media files.

Are You A Wiseguy or A Wiseman?

Basa Inggris, juga basa-basa lain-nya, mestilah punya keunikan tersendiri - kalau gak boleh disebut 'aneh'. Dalam basa Indonesia, 'canggih' itu satu kata yang merujuk ke sesuatu yang 'adiluhung', bagus, sangat maju. Padahal itu kata sepadan ama 'sophisticate' yang satu artinya bisa berarti 'complicated' aka rumit.

Satu mesin yang hebat bisa dikatakan canggih - artinya rumit banget cara kerjanya, sampai orang bingung mau nyebut tu mesin sebagai apa, ya paling gampang sebut ajah canggih. Diharapkan yang beli gak tanya-tanya lagi, soalnya mesin canggih itu, euy! Kalau ada 'tokoh' yang berbasa pakai basa yang sulit dimengerti, biasa juga disebut bahwa tu tokoh memang 'canggih' punya. Secara kelakar, urang Sunda bilang 'canggih' = 'euncan kapanggih' - belum pernah ketemu, jeh!

Wise dalam basa Inggris artinya bijak bestari - berkonotasi positip. Ada 'wise tooth' yang katanya gigi terakhir tumbuh ketika anda beranjak dewasa, walau terasa sakit sekali ketika si gigi bijak itu menerobos keluar dari gusi, tapi itulah katanya pertanda anda sudah masuk usia 'bijak', maksudnya, anda mestilah sudah dewasa, yang mestinya sudah bisa berbijak dalam berlaku dan berbicara - gak sembarangan asal njeplak nyeplos maen pitnah di MP atau FB dan menghasut orang.

Guy dalam arti sehari-hari berarti anak laki, teman-teman muda biasa memanggil sesama mereka dengan 'guy'. Hi, guys! What's up, guys! Hati-hati jangan terpeleset ama 'gay', yang artinya tentu sudah anda mahfum - jangan berkura-kura dalam perahu lagi deh ya.

Tapi, kalau kedua kata tsb digabung jadi 'wiseguy' - jangan lantas anda merasa bangga kalau disebut atau menyebut diri sebagai seorang 'wiseguy', merasa diri sebagai orang bijak. Dulu penyair atau filsuf sering disebut sebagai 'orang bijak', tapi kalau dalam basa Inggris, tidaklah bisa dia disebut sebagai 'wiseguy', Sebab katanya dalam basa pergaulan, arti 'wiseguy' itu kurang lebih sama ama 'tukang sais pedati' yang sudah kadung (salah kaprah) disebut sebagai...... bajingan!

Sebutan 'wiseguy' jarang dipakai oleh diri sendiri, anda tidak lazim dan tidak diharapkan bilang: I am the wiseguy. Itu cuma sebutan olok-olok, di belakang anda: O, he's a such a wiseguy. Just be careful with him. (Psssst.... bisik-bisik ajah ngomongnya ya....) Ada film seri berjudul Wiseguy yang cukup laris ditonton tuh.

Kalau maksud anda adalah 'orang bijak', sebutannya 'wiseman'. Entah mengapa, koq ya dipakai pembedaan, walau 'guy' dan 'man' mestinya sih sarua keneh, pada bae, sami mawon artinya, jeh!

Walau mengandung kata 'guy' yang bergender 'male' aka pria, lelaki, wiseguy sudah boleh dipakai baik untuk pria maupun wanita - sudah 'genderless' sih.

Jadi, kalau anda merasa 'jagoan' - biasa menebar fitnah di sana-sini melalui internet, menggalang massa untuk mengganyang orang yang tidak sepaham dengan anda, yang tidak anda sukai, walau pun anda berJK (jenis kelamin) female, cewek, perempuan, wanita, anda boleh juga sih menyandang nama sebagai "orang bijak" dalam tanda petik, dalam konotasi basa Inggris: wiseguy, kalau mau sih tuh!

Kan sudah era emansipasi - kesetaraan gender dwong, dweh, jweh!





PS: Gambar dipinjam dari sini.

October 07, 2010

Manner - Denda Bayar Di Muka.

Minggu lalu kondangan di Bandung, ie-ie (adik mama) jauh - get conneceted via nenek saya, mantu. Pas makan-makan-nya, ketemu ama engku (koko-nya ie-ie yang mantu) dan engkim-nya. Sambil menunggu kedatangan penganten, kami ngariung di meja bunder ngobrol. Ternyata si engkim masih keponakan teman sekelas saya dulu ketika SMA, di Cirebon, namanya ST.

Kontan ingatan saya 'back to the future', eh, to the past.....ding!

ST dulu cukup bandel dan susah bangun pagi. Walau rumahnya dekat ama sekolah, sering sekali dia terlambat tiba di sekolah.

Pernah suatu kali, suster kepala sekolah kami, Suster Gaudentia, asal Jerman, bermaksud menerapkan disiplin. Jadi beliau membuat aturan denda bagi yang terlambat datang. Saya lupa persisnya berapa besarnya denda itu, kalau gak salah sih sekitar Rp 100.-

Sekali waktu, teman saya, ST datang terlambat. Jadi dia mesti datang ke kantor suster minta surat ijin masuk kelas. Sesuai peraturan, dia mesti bayar denda karena terlambat.

Dia serahkan selembar uang Rp 500-an, oleh tata usaha dibuatkan tanda terima dan dikasih kembalian.

ST bilang tak usah dikembalikan.

Suster yang masih ada di dekat situ, sedang menuliskan formulir ijin masuk kelas, merasa heran.

"Bukankah dendanya cuma Rp 100 dan uang kamu Rp 500?"

"Ndak apa, suster. Saya bayar sekaligus buat besok saya terlambat lagi."

Sang suster cuma mesem, geleng-geleng kepala dan memberikan surat ijin masuk kelas.

Saya ndak tahu, apakah kebiasaan ST terlambat masuk kelas dulu itu diteruskan oleh anak-anaknya ndak ya. Saya ndak sempat bertanya kepada keponakannya, keburu pengantennya sudah datang dan acara makan-makan segera dimulai sih, jeh!

Kapan-kapan saya tanyakan deh ya.


IT'S WORLD TIME: