September 30, 2010

Manasin Mesin Mobil - Masih Perlu Tah?

Jalan pagi di KL - Kebayuran Lame, tempat saya mukim sekarang, tentu saja beda suasananya ama di BSD. Di KL rumah-rumah sudah padat, maksudnya ndak ada tanah kosong lagi seperti di BSD - setidaknya di kluster saya tinggal dulu.

Jadi, kalau jalan pagi, ya mesti murah senyum dan sapa sana-sini, banyak orang yang sudah pada mulai kegiatan paginya: supir-supir pada cuci mobil, tukang kebon dan asisten RT pada nyapu, tukang antar koran pating sliwer (heran juga, kenapa ada banyak tukang koran berbeda-beda untuk satu pemukiman ya?) dan hansip yang tetap siaga di ujung-ujung persimpangan jalan, sambil kongkow dengan sesama mereka sambil ngebulin asap rokok.

Padahal saya biasanya mulai jalan pukul 06:00 pagi.


Nah, supir-supir itu, sambil nyuci mobil, sambil memanaskan mesin mobilnya. Tentu saja udara jadi penuh asap gas buang dari mesin, entah bengsin atau solar, baunya ndak enak sama sekali, dan katanya polusi gitu is not good for your health, jeh!

Saya sih bukan pakar mesin mobil, cuma awam yang bisa naek dan setir ajah, bahkan kalau sampai mobil saya mogok di jalan, saya sih paling menghubungi sohib saya untuk bantu cek atau cari bengkel terdekat, saking awamnya. Tapi kayaknya saya pernah baca entah kapan di mana, katanya mesin mobil jaman sekarang sih gak perlu dipanasin lagi.

Saya jadi ingat ke jaman mesin mobil masih kudu dipanasin kalau pagi.

Setting waktunya tahun 1977-an, saya baru masuk Jakarta, belum dapat kerja. Saya numpang tinggal di rumah sepupu, anaknya koko sepupu mamah saya di kawasan Pulomas. Dia punya mobil VW kodok - favorit Bu Pres tuh katanya, jaman itu sudah mewah tuh ya. Pas suatu kali sepupu saya mau ke luar kota, jadi dia pesan saya untuk memanaskan mesin mobilnya tiap pagi.

Lima hari pertama, saya tunaikan tugas dengan baik dan benar.

Suatu kali saya mesti menginap di rumah keponakan saya yang di kota. Jaman itu transportasi masih sulit, karena kemalaman, jadi saya pikir besok pagi-pagi ajah saya balik ke Pulomas dan manasin mesin mobil-nya.

Paginya, keponakan ajak saya sarapan nasi uduk di Jalan Buni, dekat Jalan Blustru - samping Hotel Jayakarta itu. Tiba di Pulomas, agak siang, ternyata sepupu saya sudah ada di rumahnya. Katanya jadwal ke luar kota-nya dipercepat. Dan, yang pertama ditanyakan adalah mesin mobil sudah dipanasin belum?

Ya, jelas saja belum atuh, euy!

Wah.... akibatnya dia ngomel-ngomel, katanya dikasih tugas enteng begitu ajah kagak dilaksanakan. Padahal selama 5 hari ditinggal, tiap pagi ya saya panasin tu mesin. Baru sekali itu saya terlambat tiba, eh, jadi masalah.

Waktu saya baca berita ttg mesin mobil gak perlu dipanasin tiap pagi, saya senang sekali. Tapi, rupanya bos-bos pemilik mobil di lingkungan perumahan di KL tempat mukim saya sekarang, mestinya sih seangkatan aka sepantaran sepupu saya, makanya mereka masih berpikiran lama: merasa mesin mobil mesti dipanasin tiap pagi, jadi mereka tentu saja kasih instruksi begitu ke para supirnya ya.

Ya sudah, mesti lebih pagi lagi saya mulai jalannya ya.

Mau ikutan tah?






PS: Gambar di'pinjam' dari sini.

September 20, 2010

Manner - Becanda Boleh Becanda.......

Kemaren-nya kami diskusi ttg rancangan rumah baru dengan arsitek-nya, selesai diskusi, dia 'curhat' ttg ihwal dia ngajar di jurusan teknik sipil instead of jurusan arsitektur di alma mater-nya. Katanya, dosen-dosen di arsitektur pada 'autis' - maksudnya gak gaul, pada asyik sendiri ajah. Jadi dia malas gabung dengan eks dosen-nya itu.

Kontan saya ralat pemahamannya ttg kata 'autis'.

Memang sih, basa gaul untuk pendiam, asyik sendiri sudah umum (secara salah) dipakai istilah 'autis'. Waktu film yang dibintangi si Susah Matinye, Walter Bruce Willis berjudul Mercury Rising, menceritakan kisah seorang anak penyandang autis yang tak sengaja bisa memecahkan kode super rahasia dan canggih yang dibuat oleh NSA - National Security Agency, dengan mudahnya, saking pintarnya si anak autis tsb., kayaknya waktu itu banyak juga ibu yang merasa bangga dan merasa anaknya hebat ketika dokter bilang ada kemungkinan anaknya menyandang autis.

Ya, ibu-ibu itu bangga, sebab di film tsb digambarkan bahwa si anak penyandang autis itu hebat, pintar, di atas rata-rata sampai bisa memecahkan kode paling rumit sekalipun. Padahal, autis itu cukup berbahaya bagi penyandangnya, dan bukanlah sesuatu yang membanggakan - mestinya.

Lantas mulai timbul kesadaran di kalangan ibu-ibu di milis, internet bahwa bercanda dengan memakai kata 'autis' itu sangat tidak pada tempatnya. Itu istilah yang serius, bukan untuk becanda.

Nah, kemarennya saya cukup kaget dengan (mestinya) canda seorang teman.

Saya lihat album fotonya di FB, lihat foto-nya yang lama, saya kasih komentar: "ABG - adiknya ya? ;D) "

Eh, responnya koq: "Huahuahuahahahaha.... Opung pedofil nih xixixixix... Itu anak saya. Baru juga 6 tahun :p"

Tapi kemudian diralatnya:

"eh Opung, maappp... Saya tadi balas comment pake e-mail jd ga tau foto yg mana yg dikomentarin. Karena saya baru upload foto tadi, saya pikir foto itu yg dikomentarin -,- begitu buka Fb pake web browser, baru deh liat fotonya hehehehehe...Ternyata fotonya bukan foto anak saya hahahahahaha..."

Sejak awal saya tahu istilah 'pedofil' itu cuma becanda, sama halnya orang pake istilah autis di atas tadi itu. Perlu sense of humor yang cukup tinggi untuk merasa itu sesuatu yang lucu. Hanya saja, sama seperti penggunaan istilah autis sebagai candaan, istilah pedofil juga kayaknya sebaiknyalah jangan dipakai untuk becanda. Itu suatu istilah yang bukan untuk main-main, mestinya sih ya, jeh!

Coba ajah baca di sini. Saya kutipkan sedikit ya:

Pedophilia or paedophilia is a psychiatric disorder in adults or late adolescents (persons age 16 and older) characterized by a primary or exclusive sexual interest in prepubescent children (generally age 13 years or younger, though onset of puberty may vary). The child must be at least five years younger in the case of adolescent pedophiles.[1][2][3][4] According to the Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM), pedophilia is a paraphilia in which a person has intense and recurrent sexual urges towards and fantasies about prepubescent children and on which feelings they have either acted or which cause distress or interpersonal difficulty.[4]

Jadi, sama seperti imbauan untuk tidak memakai istilah 'autis' buat becanda, mari kita juga jangan pakai istilah 'pedofil' untuk becanda ya.

Oke?






PS-1: Kalau mau tahu lebih lanjut ttg 'autis', sila baca di sini.

PS-2: Saya cek di status teman saya itu, tidak ada foto anaknya yang dia bilang baru ajah di-upload tuh.

PS-3: Foto diambil dari sini.

Manner - Jangan Biasakan Berjabat Tangan or Cipika-Cipiki!

Terilhami, basa alusnya sih: nyontek, aka semi plagiat, atas blog yang ditulis oleh kawan kita, Arie di sini, saya jadi ingat trend baru di kalangan bisnis jasa seperti bank, hotel, supermarket. Oleh anjuran konsultannya, sekarang mereka membuat standar menyambut kita dengan salam 'standar': senyum, ucapan salam, dan menangkupkan kedua tangan di depan dada sebagai ganti berjabatan tangan - kayaknya terilhami oleh cara salam Thai (gambar samping, diambil dari sini).

Saya pikir ini bagus sekali.

Pernahkah anda merasa kikuk ketika mesti berjabat tangan dengan teman kantor, atau tamu, atau sesiapa saja yang secara etiket mesti berjabat tangan, pas ketika dia atau anda sedang menderita flu berat?

Anda tahu toh bahwa tangan merupakan sumber penyebaran bakteri atau virus. Ketika anda flu, mestilah tanpa anda sadari, secara refleks anda akan menutup hidung anda kalau bersin. Sesudahnya, walau anda memakai saputangan atau tisu untuk menutupi hidung anda, tangan anda yang sudah terkontaminasi bakteri atau virus yang lembut tidak kasat mata itu terlupakan untuk dicuci lagi, langsung berjabat tangan.

Selain saat flu, tangan juga banyak digunakan untuk hal-hal yang 'jorok' (istilah dari Arie), misalnya: kaum lelaki memegang penis ketika download di toilet, atau orang (laki-perempuan) mesti pegang uang, garuk kepala, korek kuping, korek hidung (ngupil), bahkan main keyboard kompi, dan lain-lain. Itu semua sumber bakteri dan virus yang potensial sekali!

Menurut statistik, banyak orang dewasa yang tidak terbiasa cuci tangan, persentase-nya lebih banyak pria (77%) dibanding wanita (93%) yang tidak terbiasa cuci tangan, dan banyak lagi yang tidak tahu caranya yang baik dan benar. Sampai-sampai ada yang membuat poster untuk memberitahu cara cuci tangan yang baik dan benar itu (seperti gambar yang saya pajang di sini), ditempel di toilet umum - tapi, tetap saja orang tidak terbiasa juga, jeh!

Bahkan wikipedia merasa perlu dan penting bikin cerita ttg 'cuci tangan' ini di sini.

Nah, selain membiasakan diri untuk selalu cuci tangan sebelum makan, satu hal yang mungkin baik dilakukan untuk mencegah penyebaran bakteri dan virus, adalah dengan tidak membiasakan berjabat tangan, juga cipiki-cipika - cium pipi kiri, cium pipi kanan -- ini sesuatu yang buat saya sih selalu bikin jengah, bukan budaya kita sendiri juga toh?

Gantinya adalah salam dengan menangkupkan kedua tangan anda di depan dada - mungkin juga bukan budaya kita, seperti halnya berjabat tangan itu, mirip budaya Tionghua yang bersalam dengan menjura - membuat kepalan tangan dengan tangan kanan yang di'bungkus' dengan tangan kiri, siku dilipat, kepalan tangan berada di depan dada, sambil kepala mengangguk dan senyum. Kalau mau tahu lebih banyak, sila klik ini.

Kalau sudah biasa, cara bersalam ini akan jadi etiket sopan-santun juga, dan yang penting: lebih sehat toh? Juga, untuk menghindari hil-hil yang mustahal, misalnya, ada yang geer merasa disentuh tangannya, lalu tergetar dan tersentuh bagian pekanya, terbit rasa sensualnya, lantas dianggap sebagai 'pelecehan', jeh!

Setujukah?






PS-1: Gambar-gambar diambil dari sini.

PS-2: saya kutipkan tata cara bersalam dari wiki di sini:

Greetings

Many different gestures are used throughout the world as simple greetings. In Western cultures, the handshake is very common, though it has numerous subtle variations of grip strength, amount of "pumping" involved, and use of the left hand.

The Arabic term salaam, literally "peace" from the spoken greeting that accompanies the gesture, refers to a low bow performed while placing the right palm on the heart, prior and after a handshake.

In many East Asian cultures, a simple bow from the waist (rei in Japanese, panbae in Korean) is used, with many regional variations seen. Korean men leave their hands straight down at their sides, while Korean women usually place their hands in their lap while bowing.[citation needed]

A Chinese martial arts greeting features the right hand in a fist with the left hand open covering it with a slight nod of the head. (Catatan: Tidak hanya dilakukan oleh para 'pendekar' aka martial arts saja!)

In India, it is common to see the greeting ("Namaste" or "Sat Sri Akal" for Sikhs) where the two hands (palms) are pressed together and held near the heart with the head gently bowed.

In Indonesia, a nation with a huge variety of cultures and religions, many greetings are expressed, from the highly formalised of the highly stratified and hierarchical Javanese to the more egalitarian and practical of outer islands. Javanese, Batak and other ethnicities actively or formerly involved in the military will salute a Government employed superior, followed by a deep from the waist or short bow of the head and a passing, loose handshake. Hand position is highly important, the superior's hand must be higher than the inferior's.

Muslim men will clasp both hands, prayer-like and palm together at the chest and utter the correct Islamic slametan (greeting) phrase, which may be followed by cheek to cheek contact, quick hug or the loose handshake.

Pious Muslim women rotate their hands from a vertical to perpendicular prayer-like position tin order to barely touch the finger tips of the male greeter and may opt out of the cheek-to-cheek contact.

If the male is an Abdi Dalem royal servant, courtier or particularly "peko-peko" (taken directly from Japanese to mean obsequious) or even a highly formal individual, he will retreat face head downcast, never show his side or back to his superior, and retreat backwards in the following posture: left-arm crossed against the chest, right-arm hanging and walking stooped. The underlying concept is that their head height may never be equal to that of their superior.

Much younger Muslim males and females will clasp their elders' or superior outs retched hand to the forehead as a sign of respect and obeisance.

If a manual labourer or person with obviously dirty hands salutes or greets and elder or superior- they will deliberately show deference for their superior's comfort and avoid contact by bowing, touching the right forehead in a very quick salute or a distant "slamet", prayer-hands gesture.

Traditionally, Javanese Sungkem: clasp both hands palm together, thumb aligned with nose, head face turned downwards and bow deeply, bending from the knees. In a royal presence, the one performing sungkem would kneel at the base of the throne.

A gesture called a wai is used in Thailand, where the hands are placed together palm to palm, approximately at nose level, while bowing. The wai is similar in form to the gesture referred to by the Japanese term gassho by Buddhists. In Thailand, the men and women would usually press two palms together and bow a little while saying "Sawadee ka" (female speaker) or "Sawadee krap" (male speaker).

Some cultures use hugs and kisses (regardless of the sex of the greeters), but those gestures show an existing degree of intimacy and are not used between total strangers. All of these gestures are being supplemented or completely displaced by the handshake in areas with large amounts of business contact with the West.[citation needed]

These bows indicate respect and acknowledgment of social rank, but do not necessarily imply obeisance.

Many secret societies develop gestures to signal fellow members. In 1830s Missouri, some Mormons formed a militia organization called the Sons of Dan, more commonly known as the Danite band, which developed a salute "whereby ye may know each other anywhere, either by day or night, and if a brother be in distress. It is thus: to clap the right hand to the thigh, and then raise it quick to the right temple, the thumb extending behind the ear."



September 14, 2010

Investasi Yang (Lebih) Untung - Uang!

Ternyata ada peluang lain selain saham dan benda seni, anda bisa berinvestasi jangka panjang dengan uang itu sendiri. Jadilah kolektor uang, istilah kerennya: numismatik.

Dibandingkan disimpan di bank dengan suku bunga tabungan yang hampir 0% - tergantung jumlahnya sih, dan deposito yang berkisar di 7% - sesuai batas yang dijamin pemerintah via LPS - Lembaga Penjamin Simpanan, maka mengoleksi uang sambil berinvestasi bisa sangat jauh lebih untung, jeh!

Bayangkan saja, uang Rp 100 bergambar kapal - di kalangan kolektor numismatik disebut Uang Kapal Layar, bertahun 1992 nilainya sekarang (setelah 18 tahun) naik 2.000% (dua ribu persen), aka bernilai Rp 2.000 - itu untuk yang versi biasa - dengan nomor seri berkombinasi 3 huruf, kalau anda kebetulan memiliki yang bernomor seri dengan tambahan satu atau 2 huruf, atau awalan huruf X (katanya seri pengganti, cuma diterbitkan untuk mengganti uang yang rusak dan mesti dimusnahkan - sangat jarang), maka nilainya akan lebih tinggi lagi.

Kalau dihitung dengan bunga bank yang rata-rata sekitar 10%, dalam kurun waktu selama 18 tahun, uang anda hanya akan menjadi sekitar 180% - katakanlah bunga berbunga, menjadi sekitar 250% - baru menjadi Rp 250 saja toh?

Contoh lain lagi, uang kertas seri Bung Karno bernilai Rp 25 (Dua puluh lima rupiah) terbitan tahun 1960, sekarang bernilai (sekitar) Rp 200.000 (Dua ratus ribu rupiah) - naiknya 8.000%!

Berapa tahun? Ya, benar 50 tahun - kembali kalau dihitung dengan tabungan di bank yang 50 tahun x 10% = 500% + bunga berbunga menjadi katakanlah 1.000% sekalipun, uang Rp 25 anda baru menjadi Rp 250 (Dua ratus lima puluh rupiah) saja.

Menguntungkan?

Benar sekali, makanya lebih baik anda investasi dalam bentuk uang itu sendiri, memang jangka waktunya lama, bahkan bisa lama sekali - yang bisa menikmati mungkin anak dan cucu anda.

Tapi, namanya juga investasi - bisa jangka panjang, menengah atau pun panjang dan panjang sekali atuh, euy!

Dan, o, ya, jangan berpikir kalau uang kuno berarti anda boleh menyimpan uang yang lusuh, terlipat-lipat dan sudah dipakai, seperti anda menyimpan barang antik - makin tua, makin otentik, makin mahal harganya.

Uang yang anda simpan untuk koleksi dan investasi, mestilah uang yang masih baru - belum pernah dipakai, tapi mesti yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Istilah dalam numismatik adalah UNC - UN-Circulated, kayak baru keluar dari percetakan, masih kinyis-kinyis, gres, ke empat sudutnya masih lancip, rata, utuh, tidak pernah terlipat, atau ternoda barang sedikit pun jua!

Kalau mau tahu lebih lanjut, sila klik di sini.

Selamat mengoleksi uang!

September 04, 2010

Mana Lebih Sehat: Butter or Margarine?

Ada yang bertanya di milis sebelah, mana lebih sehat: butter or margarine? Pertanyaan yang mudah dengan jawaban yang... mudah juga sih!

Mestinya sih, tergantung....... sponsornya ajah.

Kalau sponsornya butter, tentu saja butter (dianggap) lebih sehat. Kalau kita digaji oleh margarine, jelas margarine yang lebih sehat tuh, jeh!

Kan ya ora ilok, kalau kita mendapatkan nafkah dari sponsor atau boss, tapi kita malah menjelek-jelekkan produk yang menghidupi kita itu toh? ;D)

Hal ini berlaku di belahan dunia mana saja, nampaknya.

Dulu, ketika mereka 'menjagoi' minyak sawit, kampanyenya gencar sekali mereka memerangi minyak kelapa. Sampai-sampai orang merasa 'berdosa' kalau masak pakai minyak kelapa. Padahal kakek-nenek kita makan sehari-hari dulu pakai minyak kelapa ya ora opo-opo tuh 'kan? Nenek moyang kita yang suka makan lodeh bersanten, rendang berlemak kelapa, ya ndak masalah juga 'kan?

Lantas muncul kampanye baru soal minyak kelapa perawan (VCO) yang harganya jadi gila sangat: sebotol 250 cc bisa laku dijual sekitar Rp 35.000 atau lebih (bandingkan dengan minyak sawit yang 'cuma' berkisar Rp 8.000 per liter saja), berkat kampanye yang mengatakan bahwa minyak perawan itu berkhasiat menyembuhkan - ternyata.

Sekarang, entah kenapa mereka kayaknya lagi berubah haluan, minyak sawit mulai dimusuhi. Issue-nya sekarang adalah pembabatan hutan hujan tropis yang digusur kerana mesti mengalah demi kebun kelapa sawit. Belum lagi masalah transgenik-nya, sehingga margarine (termasuk minyak samin cap unta itu sesungguhnya adalah minyak sawit juga, jangan terkecoh oleh gambar hewan-nya di kaleng ya, itu aroma prengus cumalah 'parfum' belaka) mulai dianggap tak sehat. Sampai-sampai mengganggu kenikmatan anda menikmati semangkuk 'sup' kambing Betawi itu ya?

Sementara butter, karena dibuat dari lemak hewan, yang dikampanyekan supaya dihindari atau setidaknya dikurangi asupannya, juga akan membuat anda merasa 'dosa' kalau terus ajah menikmatinya. Padahal, sekeping roti tawar dibakar atau seketul ciabatta hangat diolesi butter, apalagi garlic butter, lantas ditaburi bacon garing kemripik atau abon pedes Mesran Kali Larangan Solo - wah..... mendingan anda ajak mertua sarapan bareng deh, daripada anda cuek bebek ketika mertua anda lewat, saking nikmatnya mengunyah sarapan anda itu, jeh!

So, mana lebih sehat? Dua-duanya sehat koq, asal makan-nya jangan berlebihan ajah. Makan apa-pun, kalau secukupnya saja, pas takerannya, gak berlebihan, mestinya sih oke-oke ajah-lah. Gak akan membuat anda 'berbobot'. Bagaimanapun juga, tubuh kita tetap memerlukan lemak untuk proses metabolisme bagi tubuh 'kan?

Kalau soal takut jadi 'berbobot' karena makan roti yang dibuat pake butter atau margarine, mestinya anda tahu juga bahwa faktor penentu 'bobot' bukan cuma kandungan fat pada butter atau margarine saja, ada banyak bahan lain di dalam sebonglah roti atau kue, di antaranya: tepung, gula, telur. Dan, katanya karbohidrat juga ikut berperan aktif sebagai faktor penambah 'bobot' anda tuh, jeh!


Satu lagi: imbangi dengan olahraga yang teratur - sehari 40 menit is oke, 20 menit untuk membakar gula, 20 menit berikutnya membakar lemak. Jadi, anda ndak usah menjadi penimbun gula dan lemak di dalam tubuh.

So, roti bakarnya mau diolesi butter or margarine?


IT'S WORLD TIME: